Jakarta (ANTARA News) - KPK sudah menyita uang hingga Rp247 miliar dalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-E) periode 2011-2012.
"Dalam kasus KTP-E selama 2016, telah dilakukan sejumlah penyitaan dengan nilai Rp206,95 miliar, 1.132 dolar Singapura dan 3.036.715,64 dolar AS atau semua setara dengan Rp247 miliar, semua dalam bentuk uang baik yang cash maupun di rekening," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Senin.
Penyitaan itu menurut Febri dilakukan selama 2016.
"Sumber uang yang disita berasal dari perorangan dan korporasi. Tentu saja orang dan korporasi ini adalah mereka yang terkait dalam rangkaian proses proyek KTP-E," tambah Febri.
Penyidik pun masih terus melakukan pemeriksaan secara intensif terhadap saksi-saksi dalam kasus ini yang sudah berjumlah lebih dari 250 orang saksi.
"Dan dalam waktu dekat, mungkin pada Februari akan dilakukan tahapan berikutnya seperti pelimpahan atau penanganan perkara lebih lanjut," ungkap Febri.
Sudah ada dua tersangka dalam kasus ini yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto.
"Sejauh ini KPK baru menetapkan dua tersangka namun pendalaman dan perluasan perkara masih terus dilakukan," tegas Febri.
Irman dan Sugiharto dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Irman diduga melakukan penggelembungan harga dalam perkara ini dengan kewenangan yang ia miliki sebagai Kuasa Pembuat Anggaran (KPA).
Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara akibat kasus korupsi KTP-E itu adalah Rp2,3 triliun karena penggelembungan harga dari total nilai anggaran sebesar Rp6 triliun.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017