Surabaya (ANTARA News) - Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh menyatakan model pemimpin masa depan yang mampu menciptakan perubahan lebih baik, yakni harus mampu berpikir order tinggi.
"Kehidupan makin kompleks dan memerlukan kecepatan penyelesian lebih cepat dan tepat. Tentunya kepemimpinan yang diharapkan memiliki kompetensi sesuai dengan perkembangan zaman," kata Mohammad Nuh yang juga Ketua PBNU dan Yarsis saat menjadi pembicara di acara Sarasehan Majelis Alumni IPNU di Gedung PW NU Jatim, Surabaya, Minggu.
Menurut dia, dunia saat ini sedang melalui perubahan, semua orang ingin mengubah dunia, tetapi tidak semua orang ingin berubah. Maka, dengan itu diperlukan seorang pemimpin yang memiliki kemampuan cepat dalam pengambilan keputusan.
"Tentunya hal ini harus terus diasah terus-menerus. Jika Presiden mengatakan bahwa Indonesia tidak butuh orang pintar, tetapi butuh orang jujur. Maka, kenapa tidak memakai paradigma, ya, pintar, ya, jujur," ujarnya.
Merujuk taksonomi yang dibuat Benjamin S. Bloom, lanjut dia, bahwa karakter kemampuan seorang pemimpin meliputi dua hal, yakni "higher order thinking" (berpikir order tinggi) dan "low oreder thingking" (berpikir order rendah).
"Hafal, mengerti dan bisa mempraktikkan itu masih kategori low order thinking. Akan tetapi, kalau seorang pemimpin bisa menganalisa, mengevaluasi dan membuat solusi dengan cepat dan tepat, itu sudah masuk higher order thingking," katanya.
Menurut dia, untuk bisa mengambil keputusan dengan cepat dan tepat seorang pemimpin harus bisa berpikir kritis.
Untuk menciptakan generasi pemimpin yang andal, lanjut dia, sejak dini anak-anak harus diajarkan berpikir kritis.
"Yang bisa memperbaiki keadaan adalah sikap kritis. Ini perlu dilakukan terus-menerus," katanya.
Kaidah fikih tentang perubahan, kata dia, yakni merawat yang lama yang masih baik dan mengambil yang baru yang lebih baik.
(A052/D007)
Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017