Belgrade, Serbia (ANTARA News) - Serbia, Jumat, mengatakan, tidak akan mau mengekstradisi orang-orang yang diburu Prancis jika pihak berwenang Prancis menolak menyerahkan mantan perdana menteri Kosovo dan komandan gerilyawan, Ramush Haradinaj, yang dituding Belgrade melakukan kejahatan perang.
Kepolisian Prancis menahan Haradinaj ketika ia terbang ke negara itu pada 4 Januari. Penahanan dilakukan berdasarkan permintaan Serbia.
Serbia ingin mengadili mantan perdana menteri Kosovo itu atas dugaan kejahatan-kejahatan yang terkait dengan perang 1998-1999 di bekas provinsinya, Kosovo.
Namun pada Kamis, pengadilan Prancis membebaskan Haradinaj dan memerintahkannya untuk tetap berada di Prancis sambil menunggu peninjauan kembali terhadap permintaan ekstradisi yang diajukan Serbia.
Penahanan Haradinaj merusak perundingan rapuh, yang diperantarai Uni Eropa, antara Serbia dan Kosovo. Perundingan itu sendiri ditujukan untuk memulihkan hubungan kedua pihak dan membantu keduanya untuk menjadi anggota Uni Eropa.
Kosovo menyatakan kemerdekaan pada 2008 dengan dukungan Barat.
Setelah sidang kabinet mendesak agar kasus Haradinaj dibahas, Menteri Kehakiman Serbia, Nela Kuburovic, mengatakan, Belgrade akan melakukan pembalasan jika Prancis menolak menyerahkan Haradinaj, yang sekarang menjadi pemimpin oposisi Kosovo.
"Jika seseorang yang ditahan atau didakwa karena pembunuhan keji, penyiksaan dan perkosaan tidak diekstradisi ke Serbia, kami akan melakukan hal yang sama terhadap permintaan yang diajukan Prancis," ancam Kuburovic dalam jumpa pers.
"Prancis harus menghormati perjanjian internasional (tentang ekstradisi) yang telah ditandatanganinya."
Kuburovic mengatakan kejaksaan di Belgrade telah menyerahkan semua bukti dan pernyataan para saksi mata kepada pihak berwenang di Prancis.
Serbia telah mendakwa Haradinaj atas pembunuhan, penyiksaan dan penculikan terhadap para warga Serbia, etnis Albania dan warga minoritas Roma, baik selama maupun setelah perang 1990 berlangsung.
Dalam jumpa pers, Marko Djuric, kepala Kantor Serbia urusan Kosovo, mengatakan keputusan pemerintah itu diberlakukan terhadap semua negara, termasuk Slovenia dan Swiss, yang telah membebaskan sosok-sosok yang diburu Serbia karena melakukan kejahatan perang.
Haradinaj pada 2005 dan 2007 diadili dan kemudian dibebaskan oleh pengadilan kejahatan internasional Perserikatan Bangsa-bangsa di Den Haag.
Konflik Kosovo berakhir setelah NATO mengebomi Serbia untuk memaksa negara itu menarik pasukannya serta mengakhiri operasi berdarah yang dilancarkan negara itu dalam menangani pemberontakan para warga etnis Albania.
Pemerintah di ibu kota Kosovo, Pristina, telah meminta Uni Eropa agar menekan Serbia untuk menarik perintah penahanan Haradinaj dan sosok-sosok lainnya.
Pemerintah Kosovo juga meminta agar pembicaraan, yang diperantarai Uni Eropa, soal pemulihan hubungan dengan Belgrade dihentikan.
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017