Jakarta (ANTARA News) - Menteri PPN/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro meminta pemerintah daerah menggenjot investasi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 6 persen pada 2018.
"Kami ingin sekali lagi menekankan ekonomi 2018 adalah tentang investasi. Jadi daerah memang harus benar-benar menggenjot pertumbuhan investasi," ujar Bambang saat memberikan arahan dalam temu konsultasi Triwulan I Bappenas-Bappeda di Jakarta, Jumat.
Menurut Bambang, apapun dinamika perekonomian global yang terjadi utamanya di Amerika Serikat ataupun di China akan sangat berpengaruh terhadap investasi di Indonesia. Padahal investasi merupakan tumpuan utama pertumbuhan ekonomi pada tahun ini dan tahun depan.
"Jadi di sini tantangannya, di satu sisi investasi jadi tumpuan pertumbuhan ekonomi nasional maupun di daerah, tapi di sisi lain investasi adalah yang akan segera terpengaruh apabila ada gejolak di dua negara perekonomian terbesar di dunia ini. Jadi menjaga iklim investasi adalah sangat penting," kata Bambang.
Bambang menuturkan, Badan perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) arus menegaskan kepada kepala daerah atau pimpinan instansi lainnya, dinas-dinas, dan pihak lainnya, untuk harus terus menajga iklim investasi. Bambang menegaskan jangan sampai tercipta isu bahwa berinvestasi di Indonesia banyak masalah atau penuh ketidakpastian.
"Menjaga iklim investasi sangat penting. Sekarang harus dilihat sektor-sektor ekononmi apa yang paling cepat menarik investasi, dan itu tidak harus terbatas pada manufkatur atau jasa, tapi juga mungkin infrastruktur. Jadi kita melihat segala kemungkinan yang penting ada investasi terjadi di daerah," ujarnya.
Selain itu, Bambang juga menilai pemerintah daerah juga tetap harus terbuka dengan investasi dari asing karena investasi dari dalam negeri dinilai masih terbatas. Semangat untuk mengutamakan investasi dari dalam negeri memang bagus, namun pada kenyataannya kemampuan investor dalam negeri belum setinggi investor asing, sementara pemerintah butuh dana besar untuk pembangunan.
"Kita butuh investasi asing karena kita butuh yang namanya capital inflow (arus modal masuk), yang akan bagus men-support neraca pembayaran kita sekaligus menajaga nilai tukar rupiah. Jadi cara berfikirnya, jangan hanya berfikir mengenai kedaerahannya tapi juga berfikir dampak dari investasi asing itu terhadap perekonomian nasional," kata Bambang.
Apabila dilihat dari sektornya, investasi yang masuk ke Indonesia saat ini banyak di sektor sekunder dan tersier. Menurut Bambang hal tersebut bagus karena berarti kebanyakan investasi masuk ke industri pengolahan dan juga jasa. Dengan kata lain, investasi tidak seperti dulu yang banyak ke sektor pertambangan.
"Di masa lalu, ketika harga komoditas tinggi , yang primer ini yang dominan karena hampir semua investasi asing maunya masuk ke tambang batu bara atau ke kebun sawit. Sekarang polanya sudah berubah. Ini pola bagus tapi bukan berarti mudah, karena tidak gampang merayu investor masuk ke sektor sekunder dan tersier," ujar Bambang.
Kalau di sektor primer, lanjut Bambang, investor bisa langsung menghitung berapa potensi tambangnya dan marjin yang didapatkan. Namun begitu masuk ke sektor pengeolahan, investor akan berhitung lebih teliti lagi karena mereka tidak bisa memprediksi berapa nanti penjualannya karena sifatnya yang harus diestimasi, apalagi dalam menentukan profitnya.
"Jadi kalau profitnya mereka (investor) masih ragu-ragu, mereka akan berpikir dua tiga kali sebelum masuk. Tapi ini tantangannya, jadi mau tidak mau iklim investasi itu penting. Kalau saya masuk indonesia saya bisa estimasi profitnya sekian. Yang paling bahaya kalau iklim investasi tidak bagus, mereka tidak berani menentukan estimasi profit. Mereka takut muncul biaya-biaya di luar perkiraan yang tentunya akan mengganggu rencana investasi itu sendiri," ujar Bambang.
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017