Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan penyidik harus memberikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada penuntut umum paling lama tujuh hari, merupakan langkah positif.
Putusan MK itu mengenai Pasal 109 ayat (1) KUHAP. "Kami menyambut baik putusan itu sebagai aparat penegak hukum," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Noor Rachmad di Jakarta, Jumat.
Sebelumnya, dalam KUHAP tersebut tidak mengatur pembatasan waktu kapan penyerahan SPDP.
"Bahwa SPDP itu segera di KUHAP tidak ada batasannya kapan harus disampaikan ke jaksa peneliti. Dan dalam putusan MK ini, tentu ada perubahan baru, ada sedikit kepastian, bahwa seminggu paling lambat itu harus diserahkan ke jaksa peneliti, pelapor, dan terlapor," katanya.
Dalam putusannya, MK menyatakan Pasal 109 Ayat (1) KUHAP dinyatakan inkonstitusional bersyarat jika tidak dimaknai "Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, terlapor dan korban/pelapor paling lambat 7 hari setelah dikeluarkannya surat perintah penyidikan".
Adapun pemohon uji materinya adalah Choky Risda Ramadhan (Pemohon I), Carlos Boromeus Beatrix Tuah Tennes (Pemohon II), Usman Hamid (Pemohon III), dan Andro Supriyanto (Pemohon IV) karena dirugikan dengan pemberlakuan Pasal 14 b dan I, Pasal 109 ayat (1), Pasal 138 ayat (1) dan (2), serta Pasal 139 terkait penundaan pemberian SPDP dari penyidik kepada penuntut umum.
Sementara itu, Kepala Biro Hukum dan Hubungan Luar Negeri Kejagung Chairul Amir menyebutkan dari putusan MK itu telah menyebutkan penyidik kepolisian untuk menyerahkan SPDP dengan batas waktu tujuh hari sejak awal penyidikan.
"Jika tanpa SPDP atau melebihi waktu tujuh hari itu, maka penyidikannya bisa batal demi hukum," katanya.
Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017