Budi dalam tatap muka dengan dosen dan taruna senior di Kementerian Perhubungan, Jakarta, Jumat mengatakan kekerasan yang menyebabkan hingga seorang taruna tewas tersebut dilakukan dengan alasan pergantian pemain drum band dari Taruna Tingkat II ke Taruna Tingkat I.
"Kekerasan itu terjadi karena ada pergantian pemain drum band dan Taruna Tingkat II ini ingin mengatasi sejauh mana kemampuan Taruna Tingkat I dalam bermain drum band," ungkapnya.
Bukan hanya kegiatan drum band, Budi juga membekukan kegiatan ekstrakurikuler pedang pora.
"Kegiatan ini (drum band dan pedang pora) adalah kebanggaan, tapi juga sebagai arena perpeloncoan, bukan saya menghilangkan kebanggaan dan kegembiraan, tetapi agar muncul suatu penyesalan secara kolektif," ucapnya, menegaskan.
Ia berharap dengan munculnya rasa penyesalan secara kolektif, bisa mencegah dan membentengi dari kegiatan yang bisa mencelakakan.
Budi mengatakan akan mengaktifkan kembali kegiatan ekstrakurikuler tersebut, setelah kondisi dirasa betul-betul sudah kondusif.
Budi juga meminta Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Perhubungan Kemenhub Wahyu Satrio Utomo untuk mengganti kurikulum, silabus serta kegiatan yang lebih mencerminkan kasih sayang dan kekeluargaan.
Dalam kesempatan yang sama, Pelaksanaan Tugas Kepala STIP Kapten Arifin Sunardjo menjelaskan junior tersebut dipanggil ke kamar 205, yaitu kamar senior yang melakukan pemukulan hingga tewas.
"Jadi, Taruna Tingkat I ini lewat jalan tikus, jadi tidak tertangkap oleh pengawasan dan dilakukan pemukulan di kamar Taruna Tingkat II tersebut," tuturnya.
Kepala BPSDM Perhubungan Kemenhub Wahyu Satrio Utomo mengatakan pihaknya telah melakukan investigasi dan hasilnya telah terjadi pemukulan di ruang 205 terhadap enam Taruna Tingkat I.
"Diketahui ada empat Taruna Tingkat II dan satu masih didalami dan Dewan Sidang Taruna sudah memecat empat Taruna tersebut, tanpa menunggu proses hukum saat ini diproses oleh Kepolisian," katanya.
Wahyu mengatakan Kemenhub juga akan membantu pengumpulan bukti-bukti dan informasi yang diperlukan pihak Kepolisian.
"Dan tidak ada lagi sebutan senior dan junior, yang ada kakak kelas dan adik kelas," tegasnya.
Dia mengatakan akan dilakukan juga tes kejiwaan bagi seluruh Taruna Tingkat II dan pengasuh taruna.
"Kita evaluasi apakah layak atau tidaknya stabil atau tidak. Ini kita lakukan untuk mengembalikan suasana kondusif, memberikan satu kepercayaan kepada orang tua Taruna bahwa anak-anaknya tetap dapat terlindungi belajar dengan baik di dalam kampus," tambahnya.
Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2017