Jakarta (ANTARA News) - Peneliti dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes memperkirakan akan ada perombakan kabinet lagi.
Menurut dia tahun 2017 menjadi periode penting bagi Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memastikan kepercayaannya pada anggota kabinet. Namun, ia menyarankan perombakan tidak dilakukan dalam waktu dekat.
"Sebaiknya reshuffle tidak dilakukan dalam waktu dekat, apalagi reshuffle kedua baru dilakukan akhir Juli tahun lalu," kata Arya dalam konferensi pers "Prospek Ekonomi dan Politik Indonesia Tahun 2017" di Jakarta, Rabu.
Jangka waktu kerja menteri dan kondisi politik yang belum stabil, lanjut dia, juga menjadi alasan mengapa perombakan kabinet sebaiknya tidak dilakukan di awal-awal tahun 2017.
Arya berpendapat Jokowi kemungkinan besar akan membangun komunikasi dengan partai koalisi dan mendengarkan aspirasi warga terlebih dahulu.
Selain itu, dia juga menyebutkan penilaian warga terhadap kinerja pemerintahan Jokowi mengalami kemajuan dari 50,6 persen pada 2015 menjadi 66,5 persen pada 2016.
Meskipun naik, Jokowi diperkirakan masih tersandera oleh kinerja dan performa menteri yang belum optimal.
Survei CSIS pada 2016 menunjukkan hanya 56 persen responden yang mengaku puas atas kinerja menteri. Performa para menteri ekonomi masih akan menjadi sorotan dan fokus Presiden di tahun ini.
Arya menilai figur Jokowi masih kuat dan belum ada tokoh yang menandingi popularitas dan keterpilihannya.
"Tantangan ke depan, Jokowi tidak lagi bisa bermanuver secara sendiri, namun harus memperkuat lembaga kepresidenan dan kementerian yang dapat menopang dan memberikan masukan kepada Presiden," kata Arya.
Pewarta: Calvin Basuki
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017