Perkiraan IPR sebesar 9,5 persen (yoy) di paruh terakhir 2016 itu lebih rendah dari IPR triwulan IV-2015 yang sebesar 9,9 persen (yoy), namun lebih tinggi jika dibandingkan triwulan III-2016 yang sebesar 9,4 persen (yoy), kata pejabat Bank Indonesia dalam survei penjualan eceran November 2016 yang dipublikasikan di Jakarta, Selasa.
Untuk Desember 2016, BI memprediksi penjualan eceran akan tumbuh 10,5 persen (yoy), karena penjualan kelompok makanan, yang tumbuh dari 8,6 persen (yoy) pada November 2016 menjadi 10,1 persen (yoy) pada Desember 2016.
"Sedangkan, penjualan kelompok non makanan diperkirakan tumbuh melambat dari 12,1 persen (yoy) pada November 2016 menjadi 11,0 persen (yoy) pada Desember 2016," tulis laporan BI.
Sedangkan pada November 2016, BI melihat penjualan eceran akan meningkat karena realisasi IPR November 2016 yang tumbuh 10,0 persen (yoy) menjadi 202 poin, lebih tinggi dibandingkan IPR sebesar 8,1 persen (yoy) pada Oktober 2016.
Peningkatan IPR tersebut didorong penjualan ritel pada kelompok makanan yang tumbuh menjadi 8,6 persen (yoy) pada November 2016 dibandingkan Oktober 2016 yang sebesar 4,2 persen (yoy).
"Sementara penjualan eceran non-makanan melambat dari 13,9 persen menjadi 12,1 persen (yoy)," tulis laporan BI.
Pada survei bulanan yang dilakukan terhadap 700 pengecer di 10 kota tersebut, BI juga mengindikasikan adanya penurunan tekanan kenaikan harga pada Februari 2017.
Hal itu terlihat dari survei Indeks Ekspektasi Harga Umum pada Februari 2017 lebih rendah 4,0 poin dibandingkan bulan sebelumnya menjadi 129,6. Tekanan kenaikan harga diperkirakan akan kembali meningkat pada April 2017 jelang Ramadan dan Idulfitri pada Mei 2017.
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017