"Hasil survei selama beberapa tahun terakhir mengalami tren positif," ujar Kepala Batan, Djarot Wisnubroto, dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa.
Jajak pendapat itu dilakukan Batan dan PT Pro Ultima sepanjang Oktober hingga Desember 2016, dengan responden sebanyak 4.000 responden dari 34 provinsi di Tanah Air.
Pada saat dimulainya survei yakni pada 2011, dukungan masyarakat terhadap pembangunan PLTN masih rendah yakni 49,5 persen. Kemudian mengalami peningkatan menjadi 52,9 persen pada 2012, selanjutnya naik menjadi 64,1 persen pada 2013, kemudian 72 persen pada 2014, lalu 75,3 persen pada 2015.
"Jika dilihat dari jumlah dukungan yang terus konsisten, dapat disimpulkan bahwa masyarakat sudah tidak mempermasalahkan lagi kehadiran PLTN," kata Djarot.
Dukungan yang rendah pada 2011, juga berkaitan dengan kecelakaan PLTN Fukushima Daiichi di Jepang.
Djarot menegaskan bahwa dukungan masyarakat bukan satu-satunya faktor penentu dalam menetapkan pembangunan PLTN, namun penting untuk dilakukan sebagai bentuk pelibatan masyarakat.
"Dari hasil survei, bisa dilakukan perhitungan. Kalau tidak jadi "go nuclear" tidak masalah, karena tugas Batan melakukan sosialisasi mengenai nuklir".
Koordinator analis Hasil Riset PT Pro Ultima, Angga Yuni Mantara, mengatakan jumlah dukungan paling tinggi diraih Sulawesi Utara mencapai 98 persen, kemudian Jawa Barat, Jambi dan Aceh, yang mencapai 95 persen. Sementara yang paling rendah adalah Gorontalo yakni 47 persen.
Angga mengatakan hasil survei menunjukkan alasan penerimaan terhadap PLTN didominasi oleh tiga alasan yakni harapan tidak ada pemadaman listrik, listrik murah, dan menciptakan lapangan kerja.
"Hal menarik lainnya adalah responden berjenis kelamin laki-laki lebih mendukung PLTN dibandingkan perempuan yakni 79,7 persen untuk laki-laki dan 75,3 persen untuk perempuan," kata Angga.
Pewarta: Indriani
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2017