Jakarta (ANTARA News) - Kepala Badan Planologi Dephut Yetti Rusli menegaskan departemen kehutanan akan semakin selektif dalam memberikan izin penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan non kehutanan. Masalahnya, kata Yetti usai membuka seminar Kebijakan dan Strategi Pemantapan Kawasan Hutan oleh Forum Bakohumas, di Jakarta, Kamis, penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan non kehutanan sampai kini belum bisa dipertanggungjawabkan dalam hal pemeliharaan dan pengelolaannya. "Kalau pengelolaannya tidak benar, Dephut yang di`blame` (disalahkan-red). Misalnya, di Lampung dikatakan yang lebih dari 70 persen hutannya terdeforestasi. Padahal kawasan hutan hanya 29 persen. Areal tak terkelola 71 persen itu, tapi Dephut disalahkan karena tak bantu daerah kembangkan ekonomi," jelas Yetti. Hal yang sama, kata dia, terjadi di Kalimantan Timur. Areal hutan seluas 6 juta hektar di provinsi itu sudah dilepas untuk kegiatan non kehutanan, namun tidak jelas tanggung jawab pengelolaannya. Dari 6 juta hektar, hanya 200 ribu hektar yang ada HGU. Ini berartinya kegiatan hanya ada di 200.000 hektar itu, yang lainnya tak jelas. Katanya. Meskipun kondisinya seperti itu, kata Yetti, daerah minta Dephut melepas lagi 2,1 juta hektar kawasan hutannya. "Tunggu dulu, kita sekarang ketat. Harus ada klarifikasi, diapakan lahan 5,8 juta hektar itu. Ini berlaku untuk semuanya tak hanya satu daerah," jelas dia. Yetti juga mengaku menghadapi banyak kendala Dephut dalam menjalankan pemantapan kawasan hutan sebagai strategi kebijakan Dephut. Karena banyaknya kendala tersebut, katanya, meski Dephut sampai kini berhasil melakukan tata batas kawasan sampai 85 persen, namun yang ditetapkan baru 12 persennya. Menurut dia, Dephut kesulitan menetapkan tata batas itu karena banyak bersinggungan dengan masyarakat adat dan daerah (kabupaten atau provinsi). Meskipun demikian, kata Yetti, tata batas akan cepat dirampungkan dengan menggunakan metode peta dasar tematik kehutanan berbasis citra satelit yang bisa diakses siapa saja di daerah, termasuk pengusaha pemakai ijin (HPH). "Mudah-mudahan tidak ada kendala untuk menuntaskan karena kita punya peta dasar berbasis citra satelit. Ini sudah diketahui Presiden. Menhut sudah mengusulkan agar dibentuk Inpres atau Keppres, sehingga bisa disebar ke daerah," jelas Yetti. "Kita juga terus melakukan koreksi. kita bekerjasama dengan Bakorsutanal, tidak sendirian."(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007