Dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu, Pane menyatakan, dalam Pasal 31 ayat 4 UU Nomor 25/2009 tentang Pelayanan Publik, disebutkan penentu biaya atau tarif pelayanan publik ditetapkan dengan persetujuan DPR atau DPRD.
"Sementara penyesuaian tarif itu belum dibahas DPR dan belum ditetapkan DPR sehingga penerapan penyesuaian itu satu pelanggaran hukum," tuturnya.
Menurut Pane, hal itu justru ironi karena pihak yang melanggar adalah polisi, yang notabene adalah penegak hukum.
"Untuk itu IPW mendesak Kepolisian Indonesia segera membatalkan penyesuaian tarif pengurusan STNK, SIM, dan lain-lain itu," katanya.
Ia mengatakan Kepolisian Indonesia sebagai aparatur penegak hukum harus mampu memberi contoh agar seluruh komponen masyarakat di negeri ini patuh hukum dan taat pada undang undang.
"Jangan mentang-mentang sebagai institusi penegak hukum maka Kepolisian Indonesia bisa seenaknya melakukan pelanggaran hukum atau mengabaikan UU sehingga suatu produk, yakni penyesuaian tarif pengurusan STNK dan lain-lain yang belum dibahas DPR sesuai UU Pelayanan Publik, sudah ditetapkan dan diterapkan kepada publik," ujarnya.
Menurut dia, apabila Kepolisian Indonesia memang berkeinginan menaikkan tarif tersebut harus sabar menunggu pembahasan dan persetujuan DPR seperti yang diamanatkan UU Pelayanan Publik.
Sebelumnya, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60/2016 menyangkut penyesuaian tarif untuk pengesahan STNK, penerbitan nomor registrasi kendaraan bermotor pilihan, penerbitan surat izin mengemudi, dan lain-lain.
Perihal ini tengah menjadi wacana yang hangat dibicarakan publik. Apalagi ada ketidaksamaan komentar dan sikap di antara unsur pemerintahan tentang ini. Tidak kurang Presiden Joko Widodo juga menyatakan bertanya atas besaran kenaikan seturut PP Nomor 60/2016 itu, yang adalah produk pemerintah.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017