Jakarta (ANTARA News) - Fraksi PKS menyoroti sikap saling lempar tanggung jawab di internal pemerintah soal penetapan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak terkait pengurusan Surat Tanda Nomor Kendaraan, Buku Pemilikan Kendaraan Bermotor, dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor.
"Bahkan Presiden meminta tarif PNBP tidak terlalu tinggi, tapi hal itu disampaikan setelah PP Nomor 60 Tahun 2016 ditetapkan dan diberlakukan," kata Ketua FPKS di DPR Jazuli Juwaini di Ruang Rapat FPKS, Gedung Nusantara I, Jakarta, Jumat.
Dia mengatakan hal itu menunjukkan buruknya koordinasi di internal pemerintah yang harus diperbaiki.
Menurut dia, karena jika itu berulang kali terjadi dan ini bukan yang pertama, bisa menurunkan wibawa pemerintah.
"Fraksi PKS meminta Pemerintah agar fokus terlebih dahulu pada upaya peningkatan fundamental kesejahteraan rakyat sebagaimana yang telah Fraksi PKS sarankan sebelum mengambil kebijakan penaikan harga-harga," ujarnya.
Jazuli mengatakan apabila pemerintah fokus maka rakyat tidak akan terlalu terpukul dan dan terbebani dengan kebijakan tersebut.
Jazuli menegaskan keberatan atas tiga kebijakan penaikan harga yang dilakukan secara bersamaan itu karena jelas membebani dan menyengsarakan rakyat, utamanya rakyat kecil yang saat ini sedang sulit secara ekonomi.
"Fraksi PKS tegas meminta Presiden untuk mengevaluasi kebijakan tersebut," ujarnya.
Dia memahami bahwa kebijakan tersebut merupakan domain pemerintah namun sebagai wakil rakyat, FPKS punya tanggung jawab moral, politik, dan konstitusional untuk mendengar dan menyampaikan suara rakyat tentang kondisi ekonomi mereka yang saat ini sedang sulit.
Menurut dia, tidak bijak dalam kondisi ekonomi yang sulit, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang menambah beban ekonomi rakyat.
"Untuk itu, Fraksi PKS berharap Presiden dapat mengevaluasi kembali kebijakan tersebut (membatalkan) semata-mata untuk kepentingan rakyat," katanya.
Fraksi PKS ujar Jazuli, sampai pada kesimpulan untuk meminta pemerintah agar mengevaluasi kebijakan tersebut, setelah mengkaji dan mengevaluasi kondisi ekonomi dan kesejahteraan rakyat yang sampai saat ini cenderung stagnan.
Terutama menurut dia, dengan tingkat pengangguran dan kemiskinan yang tinggi, serta daya beli masyarakat yang masih rendah.
Sebelumnya, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di lingkungan Polri, yang berisi kenaikan biaya jasa/administrasi penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) yang besar kenaikannya berkisar 100 persen hingga 300 persen dan mulai berlaku tanggal 6 Januari 2017.
Pemerintah juga mengeluarkan kebijakan kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) dan bahan bakar minyak (BBM) non-subsidi.
Terkait TTL, terdapat penambahan satu golongan tarif baru, yaitu rumah tangga mampu dengan daya 900 VA yang tarifnya dianikkan secara bertahap.
Golongan tarif ini dahulu merupakan golongan tarif R-1/900 VA, akibatnya, sebanyak 18,9 juta pelanggan listrik 900 VA yang masuk dalam kategori Rumah Tangga Mampu (RTM) akan mengalami pencabutan subsidi (secara bertahap) mulai 1 Januari 2017.
Sementara itu, penaikan harga BBM non-subsidi mulai berlaku pada 5 Januari 2017, untuk semua jenis BBM dengan nilai kenaikan Rp300 per liter di semua daerah.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017