Jakarta (ANTARA News) - Advokat dari kantor hukum Ihza dan Ihza, Hidayat Achyar menyatakan mantan Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra mengenal baik Fahmi Yandri.
Usai dimintai keterangan sebagai saksi untuk kasus dugaan korupsi pengadaan alat pembaca sidik jari otomatis (AFIS) di Departemen Hukum dan HAM (Depkumham), Hidayat di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jalan Veteran, Jakarta, Kamis, mengatakan, Fahmi sering datang ke kantor hukum Ihza dan Ihza milik Yusril.
"Dia suka main ke kantor," ujarnya.
Hidayat mengaku tidak tahu hubungan antara Yusril dan Fahmi, namun ia mengakui keduanya saling mengenal baik.
Hidayat mengatakan, ia berkenalan dengan Fahmi pertama kali pada 2000, saat Fahmi datang ke kantor hukum Ihza dan Ihza.
Menurut Hidayat, Fahmi sudah dikenal sebagai "pemain" proyek di Depkumham.
"Setahu saya, dia memang mainnya di situ (Depkumham-red). Sebelumnya sudah main proyek di Depkumham, sesudahnya, jaman Pak Hamid juga. Di mana-mana, di kepolisian juga," ujarnya.
Hidayat mengaku tidak mengetahui apakah Fahmi bisa mendapat proyek di Depkumham melalui nama perusahaan tertentu.
Hasil penyidikan sementara KPK menemukan adanya aliran dana Rp1,6 miliar dari rekanan Depkumham untuk pengadaan AFIS, Direktur Utama PT Sentral Flindo Eman Rahman kepada Fahmi Yandri.
Sebelum Eman ditahan oleh KPK, Fahmi sempat mengembalikan uang sebesar Rp1,3 miliar kepada Eman.
KPK telah menyita uang Rp1,3 miliar tersebut dari Eman dalam bentuk 90 ribu dolar AS, Rp150 juta dan dua mobil merk Mercedes-Benz.
Sedangkan sisa uang sebesar Rp340 juta disita KPK langsung dari tangan Fahmi saat ia dimintai keterangan oleh KPK.
KPK sampai saat ini masih meneliti dalam kapasitas apa Fahmi menerima uang dari Eman. Menurut pengakuan Fahmi dalam pemeriksaan di KPK, uang Rp1,6 miliar itu dikembalikan karena ada perjanjian kerjasama antara Fahmi dan Eman yang kemudian dibatalkan.
Hidayat mengatakan, ia dimintai keterangan dalam kasus dugaan korupsi pengadaan AFIS terkait dengan pembelian mobil merk Nissan X-Trail seharga Rp200 juta dari istri Sekretaris Jenderal Depkumham, Zulkarnain Yunus.
Menurut Hidayat, mobil tersebut didapatkan oleh Zulkarnain dari Fahmi Yandri.
"Saya ditanya soal mobil yang dikasih Fahmi ke pak Zul. Mobil itu dijual ke saya oleh istrinya," ujar Hidayat.
Ia menjelaskan, saat itu Istri Zulkarnain mengaku membutuhkan uang dan memintanya untuk membeli mobil tersebut.
Hidayat hanya diminta keterangan sekitar satu jam, sejak pukul 12.40 WIB hingga pukul 14.00 WIB.
Pengadaan AFIS senilai lebih dari Rp18 miliar di Dirjen AHU, Depkumham, pada 2004 melalui penunjukkan langsung rekanan PT Sentral Filindo, yang mengajukan merk Dermalog, sebuah perusahaan yang berbasis di Jerman.
KPK sampai saat ini telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi yang merugikan negara lebih dari Rp6 miliar itu, yaitu Direktur Utama PT Sentral Filindo, Eman Rahman, Mantan Dirjen AHU yang kini menjabat Sekjen Depkumham, Zulkarnain Yunus, serta pimpinan proyek Aji Afendi.
KPK juga telah menemukan adanya pemberian uang dari PT Sentral Filindo kepada pimpro Aji Afendi senilai Rp375 juta.
KPK telah meminta keterangan Mensesneg Yusril Ihza Mahendra, yang menjabat Menteri Kehakiman dan HAM saat pengadaan AFIS.
Yusril mengaku hanya memberi ijin prinsip penunjukkan langsung dengan alasan keterbatasan waktu dan teknologi, tanpa menyebut nama rekanan.
Yusril juga mengaku tidak mengetahui adanya penggelembungan harga serta adanya pemberian uang dari rekanan kepada pimpinan proyek.
Namun, Zulkarnain Yunus pernah menyerahkan memo penunjukkan langsung yang menyebutkan PT Sentral Filindo sebagai rekanan kepada Yusril.
Sumber ANTARA News menuturkan, terdapat dua surat dengan nomor dan tanggal yang sama tentang permohonan persetujuan penunjukkan langsung pengadaan AFIS yang diserahkan oleh Zulkarnain kepada Yusril.
Satu surat menyebutkan nama rekanan Sentral Filindo sebagai penyedia alat AFIS, sedangkan surat lainnya tidak menyebutkan nama Sentral Filindo.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007