Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik Boni Hargens menyatakan bahwa kesimpulan data dari pemberitaan Kantor Berita Antara terkait Presiden Joko Widodo sebagai pemimpin terbaik se-Asia-Australia pada 2016, tidaklah salah.
"Bukan kita yang mengatakan terbaik, tapi Bloomberg secara tidak langsung melalui rapor-rapor data. Dan sebagai Kantor Berita Negara kita berhak menafsirkan karena ini baik untuk kepentingan negara guna mempromosikan ke-level global," kata Boni Hargens saat ditemui Antara di Jakarta, Rabu.
Ia juga mengatakan bahwa jika yang dipermasalahkan adalah data itu sudah menjadi urusan Bloomberg. "Antara sudah melakukan langkah tafsiran cerdas dan sikap proaktif," katanya.
Senada dengan Boni, pengamat politik serta peneliti senior dari Indonesia Public Institute (IPI), Karyono Wibowo juga mengatakan bahwa pemerintah berprestasi dan Antara tidaklah salah karena data tersebut "real" dan fakta.
Sebelumnya, Kantor Berita Antara telah memberitakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencatatkan rapor sebagai pemimpin terbaik atau paling unggul di antara para pemimpin Asia-Australia pada tahun 2016.
Berdasarkan data dari Bloomberg yang diterima Antara di Jakarta, Sabtu (31/12), Presiden Joko Widodo merupakan satu-satunya pemimpin negara yang memiliki performa positif dalam seluruh aspek yang dinilai, yaitu menaikkan kekuatan nilai tukar (2,41 persen), menjaga pertumbuhan ekonomi tetap positif (5,02 persen skala tahun ke tahun) dan memiliki tingkat penerimaan publik yang tinggi (69 persen).
Data tersebut juga menunjukkan bahwa bila dibandingkan dengan pemimpin negara lainnya yang memiliki ukuran ekonomi setara atau lebih besar, prestasi Presiden Jokowi masih menonjol daripada lainnya. Malaysia dan Filipina sama-sama tercatat memiliki nilai tukar negatif sebesar 4,26 persen dan 5,29 persen.
Sementara itu, Presiden Korea Selatan Park Geun-Hye memiliki catatan merah untuk semua aspek. Fakta tersebut didukung dari data bahwa, nilai tukar Won menurun sebesar 2 persen dan pertumbuhan ekonomi yang hanya di angka 2,87 persen, Geun Hye juga memiliki reputasi tingkat penerimaan publik atas dirinya hanya sebesar 4 persen yang menyebabkan dirinya dipaksa untuk mengundurkan diri.
Presiden Jokowi telah menekankan otoritasnya kepada lembaga-lembaga politik selama 2016, dengan menggabungkan kepemimpinan dan kepiawaian politiknya, dengan data bahwa ia mengendalikan dua per tiga kursi di parleme. Program keberhasilan "amnesti pajak" juga mampu membiayai program pembangunan infrastrukturnya.
Dari keseluruhan pemimpin yang dinilai oleh Bloomberg yaitu delapan pemimpin negara, Jokowi satu-satunya pemimpin dunia yang memiliki semua indikator positif untuk tiga kategori yaitu fluktuasi kurs, pertumbuhan ekonomi dan rating penerimaan publik.
Sementara itu, penerimaan publik paling tinggi dimiliki oleh Presiden Filipina Rodrigo Duterte dengan rating 83 persen, ia juga mendapatkan nilai 7,1 persen dalam upaya menjaga pertumbuhan ekonomi, namun dalam nilai tukar mata uang Peso menurun drastis 5,29 persen atau mendapat rapor merah.
Pertukaran nilai mata uang paling rendah dimiliki oleh Presiden Tiongkok Xi Jinping yang menurut data telah turun sebesar minus 6,63 persen, paling rendah di antara yang lain.
Kedelapan pemimpin tersebut yang didata oleh Bloomberg adalah Presiden Tiongkok Xi Jinping, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, Perdana Menteri India Narendra Modi, Presiden Korea Selatan Park Geun-Hye, Presiden Indonesia Joko Widodo, Presiden Filipina Rodrigo Duterte, Perdana Menteri Malaysia Najib Razak, Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull (disebutkan tanpa berurutan peringkat).
(A072/I007)
Pewarta: Afut Syafril
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017