Jakarta (ANTARA News) - Sidang pembacaan putusan gugatan Suciwati terhadap manajemen PT Garuda Indonesia dan awak penerbangan GA-974 yang ditumpangi Munir, ditunda karena adanya pergantian mendadak satu hakim anggota yang menangani perkara tersebut. Pada sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis, hanya dua hakim yang muncul untuk membuka sidang, yaitu Setiyono dan hakim anggota yang baru, Lexy Mamonto. Lexy yang duduk di kursi ketua majelis hakim membuka sidang sekitar pukul 10.30 WIB dan langsung menjelaskan bahwa sidang harus ditunda karena adanya perubahan susunan majelis hakim dan penetapan susunan majelis hakim yang baru untuk perkara gugatan Suciwati. "Sidang belum bisa dilanjutkan karena adanya penetapan baru pembentukan majelis hakim," kata Lexy. Ia kemudian membacakan penetapan Ketua PN Jakarta Pusat tertanggal 24 April 2007 tentang penetapan majelis hakim baru perkara Suciwati, sehubungan dengan dimutasikannya hakim anggota perkara Suciwati, Koesriyanto. Lexy menjelaskan dirinya sebagai pengganti Koesriyanto dalam majelis hakim perkara Suciwati yang baru. "Karena anggota majelis yang baru belum membaca berkas perkara, karena itu dimohonkan pengertiannya dari para pihak yang berperkara untuk menunda persidangan ini selama satu pekan," katanya. Majelis hakim kemudian menunda sidang hingga Kamis, 3 Mei 2007. Usai persidangan, Lexy menjelaskan, Andriani Nurdin tetap memimpin majelis hakim perkara Suciwati. Majelis hakim, menurut dia, belum sempat bermusywarah untuk memutuskan perkara tersebut sehingga memerlukan waktu penundaan selama satu pekan. Suciwati yang terlihat kecewa dengan penundaan sidang dan pergantian majelis hakim mengatakan, ia tetap mencoba untuk berpikir positif. "Saya mau pikir positif saja, bahwa memang ini benar-benar ada mutasi. Saya berharap pergantian majelis ini tidak mengubah putusan dan logika yang sudah terbangun selama proses persidangan," tuturnya. Sedangkan kuasa hukum Suciwati dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Choirul Anam, berharap pergantian majelis itu tidak mengubah logika hukum yang sudah dibangun selama perisdangan, karena hakim anggota yang baru itu tidak mengikuti proses persidangan sejak awal. "Secara teknis, kalau ada majelis hakim yang baru, kita minta dengan sangat untuk mengikuti logika yang dibangun dari persidangan," ujarnya. Meski mengaku pergantian majelis hakim itu dirasakan aneh karena justru dilakukan dua hari sebelum pembacaan putusan, Choirul Anam mengatakan, akan tetap mengikuti persidangan dan belum akan melaporkan keanehan tersebut. "Kita lihat nanti saja. Kalau memang nanti jelas ada praktik persidangan yang tidak adil, tentu akan kita laporkan," ujarnya. Suciwati menggugat secara perdata manajemen Garuda serta sebelas pejabat dan karyawannya, yaitu mantan Direktur Utama PT Garuda, Indra Setiawan, Direktorat Strategi dan Umum Ramelgia Anwar, Flight Support Officer Rohainil Aini, Pollycarpus Budihari Priyanto, serta enam awak pesawat GA-974 rute Jakarta-Singapura yang ditumpangi Munir pada 6 September 2004. Para tergugat dinilai melakukan perbuatan melawan hukum karena gagal memenuhi tanggung jawab untuk menjamin keselamatan penumpang serta memberikan pelayanan yang profesional. Suciwati juga meminta tanggungjawab atasan Pollycarpus karena menugaskan pilot itu dalam penerbangan menuju Belanda yang ditumpangi Munir. Suciwati dalam gugatannya juga menyampaikan fakta hukum bahwa Garuda setelah peristiwa kematian Munir justru menutup-nutupi fakta dan tidak memberikan informasi secara benar dan segera. Garuda juga dinilai tidak berkomitmen untuk mengungkap kasus kematian Munir dan melepas tanggungjawabnya. Padahal menurut Suciwati, pemindahan kursi tempat duduk Munir yang tidak sesuai boarding pass yang dimilikinya sepenuhnya adalah kelalaian dari pihak Garuda. Para tergugat diminta untuk membayar kerugian yang dialami oleh Suciwati sebesar Rp14,329 miliar, yang terdiri atas kerugian immateriil sebesar Rp9.000.700.400 yang diambil dari nomor penerbangan GA-974, kerugian materiil sebesar Rp4,028 miliar, serta jasa pengacara sebesar Rp1,3 miliar.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007