"Kalau transportasi air atau penyeberangan di Jakarta saja seperti ini bagaimana yang di luar Jakarta?" tanya Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi melalui keterangan tertulisnya yang diterima Antara di Jakarta, Senin.
Tulus Abadi juga mendesak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta turut bertanggung jawab sebagai bentuk pelayanan transportasi publik.
Tulus Abadi juga mengatakan bahwa terbakarnya kapal Zahro Ekspres yang menelan korban minimal 23 orang meninggal, hanyalah puncak dari gunung es atas fenomena "ojeg kapal" yang sudah berjalan puluhan tahun di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.
"Saat ini, puluhan bahkan ratusan ojeg kapal beroperasi tanpa standar keamanan dan keselamatan yang jelas dan sangat minimnya pengawasan," katanya.
Kemudian, dari sisi ketersediaan transportasi publik, ia menyatakan jika kejadian tersebut merupakan kegagalan Pemprov DKI Jakarta dalam menyediakan akses transportasi publik dari Jakarta (daratan) menuju area Kepulauan Seribu.
Kapal-kapal yang disediakan Dishub tidak cukup jumlahnya untuk mobilitas warga di Kepulauan Seribu. Sedangkan yang tersedia justru ojeg kapal dengan standar keselamatan yang sangat minimalis, yang dikelola secara perseorangan (bukan badan hukum).
Para pelaku ojeg kapal tersebut hanya berhimpun dalam sebuah koperasi, layaknya koperasi mikrolet. Sedangkan dari sisi pemberian sertifikasi atau standardisasi dan pengawasannya di lapangan menjadi tanggung jawab Kemenhub.
Ojeg kapal ini masih diberikan kelonggaran, sekalipun tanpa sertifikasi dan standardisasi yang jelas, baik armadanya dan atau sumber daya manusianya, terutama nahkoda.
Pewarta: Afut Syafril
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017