Sidoarjo (ANTARA News) - Jebolnya tanggul utama (cincin) luapan lumpur dari proyek PT Lapindo Brantas Inc., Sidoarjo, Jawa Timur, beberapa waktu lalu terjadi lagi pada Rabu, sehingga membuat para pekerja tanggul berlarian menjauhi areal garapannya setelah mengetahui adanya beberapa titik retakan.
Para pekerja itu panik setelah mengetahui lokasi retakan dengan lebar sekitar dua meter persegi di beberapa titik pada tanggul cincin sebelah Barat itu hanya berjarak sekitar 100 meter dari pusat semburan.
Akibat adanya retakan tersebut, kawasan pusat semburan hingga radius sekitar 300 meter disterilkan dari pihak-pihak yang tidak berkepentingan.
Para pedagang dan pemilik warung yang berjualan di kawasan Kelurahan Siring juga diminta untuk tidak menyalakan api, oleh petugas dari PT Fergaco Indonesia (yang bertanggung jawab terhadap pemantauan gas).
Menurut Dodik H, petugas PT Fergaco Indonesia, retakan yang terjadi di tanggul utama tersebut mirip dengan retakan sebelum terjadinya ledakan pipa gas Pertamina, 22 Nopember 2006 lalu.
"Begitu ada informasi ada retakan di tanggul utama dan dicek petugas ternyata kondisinya membahayakan. Oleh karena itu para petugas diminta menyingkir untuk sementara waktu, " ujarnya.
Ia melanjutkan, retaknya tanggul tersebut disebabkan adanya peningkatan kandungan gas H2S, serta kondisi luapan lumpur juga mengalami peningkatan belakangan ini.
"Retakan itu terjadi kemungkinan besar disebabkan karena beban tanggul terlalu berat sehingga kondisi tanggul kritis," kata Dodik.
Sehubungan dengan kondisi tersebut para pedagang yang biasanya mangkal di sepanjang akses masuk Kelurahan Siring, memilih untuk mengemasi barang dagangannya. Mereka khawatir kalau kondisi ini sama dengan kondisi meledaknya pipa gas milik Pertamina yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa.
Sementara itu Wakil Ketua Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) Hardi Prasetyo, mengelak bahwa larinya para pekerja dari areal pusat semburan dikarenakan kondisi tanggul yang retak.
"Turunnya para pekerja itu karena terganggu asap yang terlalu tebal," ujarnya menambahkan. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007