Oleh A.A. Ariwibowo
Jakarta (ANTARA News) - Meski bukan berasal dari Negeri Dongeng Inggris - yang telah mengobarkan euforia sejagat mimpi Harry Potter hasil karya guru Taman Kanak-Kanak J.K. Rowling - Manajer Chelsea Jose Mourinho mempraktekkan cara mendongeng kepada publik yang mencintai sepak bola.
Menjelang duel dua klub papan atas Liga Utama Inggris, Chelsea dan Liverpool dalam putaran pertama babak semi-final Liga Champions pada Rabu waktu setempat, pelatih asal Portugal itu menghibur publik dengan menyajikan "mitos".
Selain handal menyusun strategi bermain di lapangan, Mourinho tampak menguasai betul makna mitos dalam dunia modern. Baginya, mitos memang tidak banyak membantu dalam menjelaskan kenyataan. Mitos banyak membantu untuk menguasai kenyataan secara psikologis. Mitos merupakan cerita yang dianggap benar, tetapi tidak diakui sebagai benar.
Pelatih Chelsea ini mendongeng sekeping mitos kepada publik bahwa Liverpool lebih memiliki kans memenangi pertandingan. Tim asuhannya sedang mengalami banyak masalah karena pemain cedera atau karena masih menjalani hukuman larangan bermain.
"Jika anda mendesak saya untuk memberi ramalan maka saya katakan Liverpool akan menjadi favorit," katanya dalam jumpa pers menjelang pertandingan di Stamford Bridge.
Ia mengungkapkan keprihatinan atas kondisi timnya yang mendapati cedera pemain tengah Michael Owen, pemain sayap Arjen Robben serta pemain belakang Ricardo Carvalho.
Carvalho berlatih bersama timnya pada Selasa dan tampak sudah mulai bisa bergerak ringan. Ia baru saja pulih dari cedera pangkal paha. Chelsea juga akan kehilangan pemain tengah Michael Essien yang dihukum larangan bermain.
"Kami punya banyak pemain yang terkena kartu kuning, itu bukan kejutan bagi saya jika mereka terus menganggu Drogba selama 90 menit untuk mengusahakan agar dia terkena kartu kuning lagi," kata Mourinho.
Ia beranggapan para pemainnya mengalami kelelahan fisik dan mental karena Chelsea dikejar setoran memenangi empat piala dalam musim ini.
Dengan mendongeng mengenai mitos bahwa Chelsea akan dilibas Liverpool, Mourinho terlahir sebagai "anak sah" dari semangat Renaissance.
Ia membangkitkan kembali kesadaran publik bahwa sepak bola bukan sekedar berlari, dan menendang bola yang diramu dalam taktik. Sepak bola memuat corak manusia berpikir dalam mengadakan aneka eksplorasi.
Kalau para pemikir jaman Renaissance menekankan otonomi dan kedaulatan manusia dalam berpikir untuk mengembangkan dunia seni, sastra, dan ilmu pengetahuan, maka Mourinho membabarkan kepada publik bahwa sepak bola memerlukan kisah-kisah mitos.
Manajer Liverpool tidak sepakat. Rafael Benitez beranggapan pesimisme Chelsea yang dihembuskan oleh Mourinho sekedar mitos untuk mengalihkan tekanan yang dialami Chelsea kepada Liverpool menjelang pertandingan.
"Setiap orang tahu bahwa pada musim ini, kekuatan dan ketahanan menjadi kunci. Sebab, Mourinho pernah mengatakan, kedua hal itu mementukan kualitas tim," katanya.
"Dalam empat bulan terakhir kami telah bermain sebanyak 24 kali pertandingan. Dan Liverpool justru tampil dalam tiga atau empat kali pertandingan yang membutuhkan konsentrasi penuh. Tidak ada keajaiban dalam sepak bola. Kami harus memfokuskan diri dan berusaha tidak mengalami kekalahan. Ini tentu memerlukan tuntutan tinggi secara mental."
"Saya terkejut karena dalam dua atau tiga kesempatan jumpa pers Mourinho selalu berkata tentang masalah yang sedang melanda tim asuhannya. Mereka memiliki pemain berkualitas, bahkan mereka sekuat secara fisik."
Benitez tampak jengkel dengan komentar Mourinho yang menjagokan lawan-lawannya. "Saya yakin masing-masing manajer akan menempuh caranya sendiri," katanya.
Kolumnis sepakbola harian Guardian, Don Howe menyatakan Chelsea tampil sebagai tim yang kokoh bertahan, dan cepat menyerang. Mitos bahwa Cheleea dikesankan sebagai tim "ayam sayur" hanyalah isapan jempol.
"Mata elang" Mourinho akan mengincar gerakan ekpslosif dari kapten Liverpool Steven Gerrard. Ia akan menugasi Claude Makelele atau John Obi Mikel untuk mengawasi gerakan Gerrard.
Lapangan tengah diserahkan kepada Didier Drogba dan Andrei Shevchenko. Tugas mereka, memberi umpan terobosan yang merobek jantung pertahanan Liverpool.
Benitez tidak kehilangan akal atau mati angin. Menurut kolumnis sepakbola Henry Winter, Benitez perlu mengandalkan corak berpikir yang memberi perhatian pada "detail", misalnya memberi kesempatan kepada Gerrard beristirahat dan memotivasi pemain untuk bergerak cepat membangun serangan balik.
Para pemain Liverpool tidak asing dengan mobilitas Didier Drogba dan Javier Mascherano. Tinggal sekarang menunggu kecerdikan dari Jamie Carragher untuk mengimbangi keduanya.
Benitez pun merespons. Katanya, "Engkau tidak dapat berkata bahwa Gerrard lebih baik dari Lampard. Lampard lebih baik dari Gerrard. Keduanya berbeda. Mereka sama-sama bermain dalam timnas Inggris."
Baik Mourinho maupun Benitez agaknya melupakan satu mitos bahwa sepak bola bukanlah perhitungan rasional. Mitos berperan mempertahankan dan mempersatukan realitas. Nah, dalam sepak bola, realitasnya terbentang antara menang, seri atau kalah.
Duel keduanya telah empat kali berlangsung dalam realitas sejarah sepak bola Eropa, dalam Liga Champions.
Keempat pertemuan itu berlangsung tahun 2005. Dalam 2004-2005, Liverpool memukul Chelsea di semifinal dengan skor 0-0, dan 1-0. Dalam empat laga, gol yang tercipta hanya satu, dicetak Luis Garcia.
Liverpool memenangi Liga Champions empat kali masing-masing tahun 1977, 1978, 1981 and 1984. Mereka juga meraih Uefa Cups dan tiga kali Uefa Super Cup.
Siapa yang akan menang, Chelsea atau Liverpool? Mourinho memang memiliki kelihaian mendongeng. Ia mengirim pesan figuratif kepada publik bahwa sepak bola memuat makna menghibur, tanpa terjerambab dalam hiburan murahan. Sepak bola bukan perhitungan rasional, meski tidak menyisihkan argumentasi. Sepak bola memuat hal-hal rinci, meski tidak mabuk pada deretan prestasi.
Sepak bola memang menyimpan paradoks, seperti diperankan oleh Mourinho. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007