Jakarta (ANTARA News) - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak agar kasus aliran dana Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) yang menyeret mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri ke pengadilan sebagai terdakwa juga diproses dengan menggunakan UU Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik, tidak hanya dijerat dengan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. "Selain menggunakan Undang-undang pemberantasan korupsi yang dapat menjerat pejabat negara, kasus ini juga dapat dijerat dengan undang-undang Partai Politik," kata Wakil Koordinator ICW, Danang Widoyoko di Jakarta, Rabu. Menurut dia, hal itu sangat beralasan karena selama ini banyak berkembang wacana aliran dana tersebut ke sejumlah parpol dan politisi. Dalam pasal 17 UU Parpol dinyatakan suatu partai hanya dibenarkan menerima dana dari iuran anggota, bantuan dari anggaran negara, dan bantuan lain yang sah menurut hukum. Aturan itu juga mengatur besaran sumbangan dana dari individu kepada suatu parpol selama satu tahun yang dibatasi Rp200 juta sedangkan sumbangan dari sebuah badan hukum dibatasi Rp800 juta dalam satu tahun. Namun, berdasar berkas perkara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) salah satunya diketahui bahwa besaran sumbangan Rokhmin ke sejumlah parpol melebihi ketentuan batas maksimal dalam UU Parpol. Hal itu, menurut Danang, adalah bentuk pelanggaran UU dengan ancaman hukuman maksimal dua bulan penjara atau denda paling banyak Rp200 juta. Selain itu, dalam pasal 28 UU yang sama juga dinyatakan pengurus parpol dapat dikenai hukuman enam bulan penjara atau denda maksimal Rp500 juta. Terkait ringannya hukuman dalam UU Parpol, aktivis ICW dari Divisi Korupsi Politik Fahmi Badoh mengatakan, hal itu adalah masalah sistemik yang dialami DPR sebagai legislator UU. Menurut Fahmi, DPR yang terdiri dari aktivis partai tentu tidak akan membuat aturan yang akan menjerat mereka dengan hukuman yang terlalu berat. "Kita hanya punya sanksi seperti ini, tetapi bisa kita gunakan," katanya. Untuk itu, perlu dipikirkan meknisme baru untuk memberikan hukuman yang lebih berat terhadap aktivis parpol yang melanggar ketentuan dalam UU, terutama terkait penerimaan dana yang tidak jelas. Sementara itu, Danang Widoyoko menambahkan perlu dilakukan mekanisme penegakan hukum di luar pidana, yaitu melalui Badan Kehormatan (BK) DPR. Tindakan tegas BK terhadap aktivis partai politik yang menjadi anggota dewan dan melakukan pelanggaran UU Parpol akan memberikan efek jera. Selain itu, menurut Danang, tindakan BK akan meringankan kerja KPK yang selama ini belum mendapat dukungan politik maksimal dari eksekutif dan legeslatif.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007