Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutus 96 perkara pengujian undang-undang sepanjang tahun 2016 sebagaimana diungkapkan oleh Ketua MK Arief Hidayat.
"MK telah memutus sebanyak 96 perkara dan sebanyak 78 perkara masih dalam proses pemeriksaan yang akan dilanjutkan pada 2017," ujar Arief dalam jumpa pers di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Kamis.
Berdasarkan amar putusan MK, sebanyak 19 perkara dikabulkan, 34 perkara dinyatakan ditolak, 30 perkara tidak dapat diterima, tiga perkara dinyatakan gugur, sembilan perkara dinyatakan ditarik kembali oleh pemohon, dan satu perkara dinyatakan MK tidak berwenang untuk memeriksa.
"Sepanjang 2016 total perkara yang diregistrasi oleh MK berjumlah 111 perkara," ucap Arief.
Sementara itu sisa perkara dari tahun 2015 berjumlah 63 perkara sehingga jumlah perkara yang ditangani oleh MK pada 2016 adalah 174 perkara.
Dari total 72 undang-undang yang dimohonkan untuk diuji di MK, undang undang yang memiliki frekuensi pengujian yang paling tinggi adalah Undang Undang Pilkada yaitu sebanyak 17 kali permohonan.
Sementara itu, perkait dengan penilaian para peneliti dari lembaga swadaya masyarakat yang menyebutkan kinerja MK mengalami penurunan karena hanya memutus 78 perkara dari 174, MK berpendapat bahwa penilaian itu dilakukan dengan metode yang salah.
Pada awal tahun MK menyelesaikan sengketa pilkada hingga baru memulai proses pengujian undang-undang pada April, sehingga bilangan untuk bulan pembagi seharusnya dimulai dari April bukan Januari.
"Kalau mau adil, penyelesaian sengketa pilkada juga seharusnya dimasukkan ke dalam penilaian, tapi kalau tidak seharusnya jangan dibagi 12 bulan tapi sembilan bulan sejak bulan April," ujar Arief.
Kendati demikian Arief berterima kasih atas kritik yang diberikan oleh beberapa peneliti konstitusi karena menurutnya kritik atas kinerja MK justru menjadi cambuk MK untuk meningkatkan kinerja dan produktivitas.
Pewarta: Maria Rosari
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2016