Jakarta (ANTARA News) - Badan Narkotika Nasional (BNN) sebagai lembaga negara yang bertugas melaksanakan pemerintahan di bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN), harus lebih agresif melalui strategi "demand reduction".

Hal itu dilakukan dengan tindakan preventif guna memberikan kekebalan kepada masyarakat, agar mereka imun terhadap penyalahgunaan narkotika dan "strategy supply reduction" melalui penegakan hukum yang tegas dan terukur agar sindikat narkoba jera.

Presiden Joko Widodo pada awal pemerintahannya menyatakan kepada seluruh bangsa Indonesia bahwa negara dalam situasi darurat narkoba dan menyerukan perang besar terhadap segala bentuk kejahatan narkotika sebagai bukti nyata kehadiran negara dalam melindungi generasi bangsa dari ancaman narkoba.

"Pemerintah telah mengeksekusi para terpidana mati kasus narkoba beberapa waktu lalu. Meski menuai kontroversi dari pihak asing, sebanyak 15 terpidana mati baik WNA maupun WNI kasus narkotika telah dieksekusi, salah satunya adalah Freddy Budiman, gembong narkotika kelas kakap di Indonesia, yang kerap terlibat kasus - kasus penyelundupan narkotika dari mancanegara meskipun tengah mendekam di jeruji besi," kata Kepala BNN, Komjen Pol Budi Waseso yang akrab dipanggil Buwas di Jakarta, Kamis (22/12).

Guna mendukung upaya penegakan hukum yang lebih baik dalam memerangi narkotika, BNN mempersenjatai diri dengan senjata yang lebih modern serta menambah kekuatan pasukan dengan K9 sebanyak 50 ekor anjing beserta 100 orang Satuan Tugas (Satgas) K9 BNN.

Dengan penguatan yang telah dilakukan, sepanjang tahun 2016 BNN telah mengungkap 807 kasus narkotika dan mengamankan 1.238 tersangka, yang terdiri dari 1.217 warga negara Indonesia dan 21 warga negara asing. Sedangkan barang bukti narkoba yang disita BNN pada tahun 2016 berupa ganja sebanyak 2.687 kilogram dan 20.000 batang serta 16 hektare ladang ganja, sabu-sabu sebanyak 1.016 kilogram.

Selain itu ekstasi sebanyak 754.094 butir dan 568,15 gram, heroin sebanyak 581,5 gram, morfin sebanyak 108,12 gram, kokain sebanyak 4,94 gram, hashish sebanyak 0,32 liter, Daftar G sebanyak 5.012 butir dan Benzodiazepine sebanyak dua butir.

Sedangkan untuk kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) hasil kejahatan narkotika, BNN telah mengungkap 21 kasus dari 30 tersangka dan melakukan penyitaan aset yang nilainya mencapai Rp261,86 miliar lebih.

"Dari jumlah tersebut, jika dibandingkan dengan tahun 2015, pengungkapan kasus narkoba sebanyak 638 kasus dan TPPU sebanyak 15 kasus, maka terjadi peningkatan sebanyak 56 persen dalam pengungkapan kasus narkotika dan 58 persen dalam kasus TPPU," kata Buwas.

Selain itu, BNN terus meningkatkan kewaspadaan terhadap ancaman narkoba jenis baru atau News Psychoactive Substance (NPS) tersebut dan sampai akhir tahun 2016 telah mengidentifikasi 46 NPS. Dari jumlah tersebut, 18 di antaranya sudah masuk dalam lampiran Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 13 Tahun 2014, sedangkan 28 lainnya masih dalam tahap pembahasan dan akan segera masuk dalam lampiran Permenkes, sehingga memiliki ketegasan hukum.

Mencegah Lebih Baik

Sebagai upaya untuk melindungi generasi bangsa dari kejahatan narkoba pada tahun 2016, BNN semakin aktif melakukan langkah - langkah preventif yang bertujuan memberikan kekebalan, sehingga meningkatnya imunitas dari penyalahgunaan narkoba.

Langkah itu diambil sebagai solusi yang paling tepat untuk mematikan pangsa pasar narkoba di Indonesia sehingga Indonesia tidak lagi menjadi lahan yang subur bagi sindikat narkoba.

Sepanjang tahun 2016, BNN telah melakukan kegiatan pencegahan berupa advokasi, sosialisasi dan kampanye STOP Narkoba sebanyak 12.566 kegiatan yang melibatkan 9.177.785 orang dari berbagai kalangan, baik kelompok masyarakat, pekerja maupun pelajar.

"Tercatat sebanyak 894 instansi pemerintah dan swasta serta kelompok masyarakat dan lingkungan pendidikan yang didorong BNN untuk peduli terhadap permasalahan narkotika, hingga akhirnya memiliki kebijakan pembangunan berwawasan AntiNarkoba di lingkungannya masing-masing," kata Buwas.

Pada tahun 2016 juga telah terbentuk 15.772 relawan P4GN yang siapa sedia membantu BNN dalam menciptakan lingkungan yang sehat dan bersih dari penyalahgunaan narkoba.

Meningkatnya pangsa pasar narkotika saat ini menjadi alasan bagi beberapa orang menjadikan narkotika sebagai ladang bisnis. Bahkan bagi beberapa daerah yang dikenal rawan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, bisnis kejahatan ini bersifat turun-temurun.

"Untuk mengatasi hal tersebut maka BNN melakukan melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat berupa penyuluhan dan pelatihan ketrampilan yang bertujuan untuk menggali potensi diri masyarakat, khususnya yang berada di daerah rawan narkoba, untuk melahirkan individu mandiri yang memiliki etos kerja yang baik, sehingga tidak lagi menjadikan narkotika sebagai pilihan bisnis untuk melanjutkan kehidupan," kata Buwas.

Sepanjang tahun 2016, BNN telah melakukan 2.932 kegiatan pemberdayaan masyarakat yang melibatkan 423.961 orang. Kegiatan ini telah mampu meningkatkan potensi diri masyarakat daerah rawan narkotika, sehingga lebih produktif dan kreatif dalam menciptakan peluang bisnis yang lebih baik untuk memenuhi kebutuhan hidup sekaligus mampu mengubah daerah rawan narkotika menjadi daerah yang kondusif dan layak huni.

Sebagai upaya deteksi dini penyalahgunaan narkoba, BNN memfasilitasi kegiatan tes urine yang diikuti 180.858 orang, dengan hasil sebanyak 844 orang terindikasi positif mengonsumsi narkotika. Guna memaksimalkan pelayanan tes urine, pada tahun 2016 BNN telah menambah armada fungsional pemberdayaan masyarakat sebanyak 80 unit yang berfungsi untuk membantu pelaksanaan tes urine di beberapa provinsi rawan narkoba di Indonesia.

Rehabilitasi Secara Masif
Rehabilitasi merupakan salah satu poin penting dalam menekan angka prevalensi penyalahguna narkoba. Selain dapat memulihkan penyalahguna dengan rangkaian program rehabilitasi dapat mencegah penyalahguna terperosok lebih dalam pada candu narkotika serta mencegah agar mereka tidak kambuh lagi.

Pada tahun 2016, BNN telah merehabilitasi 16.185 penyalahguna narkotika, baik di balai rehabilitasi maupun di dalam lembaga pemasyarakatan dan telah memberikan layanan pascarehabilitasi kepada 9.817 mantan penyalahguna narkotika.

"Selain meningkatkan fasilitasi lembaga rehabilitasi, BNN juga memaksimalkan jangkauan penyelenggaraan program rehabilitasi dengan memberikan dukungan kepada lembaga rehabilitasi instansi pemerintah dan komponen masyarakat yang tersebar di seluruh Indonesia," kata Buwas.

Dalam rangka memenuhi hak penyalahguna narkoba yang sedang dalam proses hukum untuk memperoleh layanan rehabilitasi, pada 2016 BNN telah melaksanakan layanan asesmen terpadu kepada 2.676 orang. Jumlah itu meningkat dua kali lipat atau sekitar 111 persen dari tahun 2015.

Melalui rehabilitasi masif tersebut diharapkan para mantan penyalahguna narkotika dapat kembali hidup di tengah-tengah masyarakat secara normatif dan dapat berfungsi secara sosial, serta menekan angka prevalensi penyalahguna narkotika secara signifikan tahun 2017.

Oleh Susylo Asmalsyah
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016