Jakarta (ANTARA News) - KPK segera menetapkan status hukum anggota Komisi V DPR Fraksi PKB Musa Zainuddin terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) terkait pengurusan dana aspirasi proyek pembangunan di Maluku dan Maluku Utara dalam anggaran Kementeria Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
"Untuk pengembangan perkara adalah apakah perbuatan orang tersebut memenuhi unsur pasal suap atau tidak. Tidak cukup hanya menerima (suap) tapi juga harus dibuktikan penyelenggara negara itu melakukan atau tidak melakukan perbuatan dalam jabatannya yang bertetangan dengan kewajibannya, itu yang harus dilengkapi penyidik," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK Jakarta, Rabu.
Dalam dakwaan Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary yang dibacakan hari ini, jaksa penuntut umum KPK menyebutkan bahwa Musa menerima Rp8 miliar terkait pengurusan dana aspirasi anggota Komisi V DPR.
Program Aspirasi Musa Zainuddin adalah proyek pembangunan jalan Piru-Waisala senilai Rp50,44 miliar (dikerjakan Abdul Khoir), jalan Teniwel-Saleman Rp54,32 miliar (dikerjakan Aseng). Nilai fee disepakati mencapai 8 persen dari nilai proyek dengan bagian Dirut PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir adalah Rp3,52 miliar dan Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng alias Aseng sebesar Rp4,48 miliar sehingga totalnya Rp8 miliar.
"Aseng menitipkan pemberian ke Musa kepada Abdul Khoir sehingga Abdul Khoir secara bertahap memberikan keseluruhan fee sebesar Rp8 miliar melalui tenaga ahli anggota DPR bernama Jaelani pada 16 November - 28 Desember 2015," kata jaksa Iskandar Marwanto.
Meski Musa mengaku sudah mengembalikan uang yang ia terima, namun hal itu tidak menghilangkan perbuatan pidana Musa.
"Pengembalian uang dalam beberapa perkara termasuk kasus PUPR tidak menghilangkan pertanggungjawaban pidana, meski pengembalian tersebut bernilai bagi hakim atau JPU untuk mengajukan tuntutan dan putusan dalam persidangan," tambah Febri.
Selain itu KPK pun masih akan mengembangkan perkara ini ke pihak-pihak lainnya yang diduga menerima aliran dana.
"Kita akan menangani semua pihak yang menikmati aliran dana tersebut sepanjang unsur-unsurnya memenuhi. Memang ada beberapa pihak yang disebut bersama-sama melakukan tapi belum bisa ditangani segera dan ini butuh waktu dan strategi untuk bisa menangani tapi saya tidak bisa menyampaikan siapa yang duluan akan ditangani tapi KPK pastikan tidak akan berhenti pada satu tersangka tertentu," tegas Febri.
Dalam perkara ini sudah ada delapan orang yang terjerat perkara.
Lima orang sudah divonis yaitu anggota Komisi V dari fraksi PDI-Perjuangan Damayanti Wisnu Putrani yang divonis 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan, dua rekan Damayanti yaitu Dessy Ariyati Edwin dan Julia Prasetyarini alias Uwi sudah divonis masing-masing 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan serta anggota Komisi V dari Golkar Budi Supriyanto yang divonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 2 bulan kurungan sedangkan Abdul Khoir sudah divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 5 bulan kurungan.
Sedangkan anggota Komisi V dari fraksi PAN Andi Taufan Tiro dan pemilik PT Cahaya Mas Maluku So Kok Seng alias Aseng masih berstatus tersangka. Sementara Amran Hi Mustary masih berstatus terdakwa.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016