Jakarta (ANTARA News) - Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Budi Rochadi mengatakan peran perbankan dalam pembiayaan industri perkapalan nasional masih kecil, yaitu sekitar 0,8 persen dari total kredit perbankan atau sekitar Rp6,7 triliun. "Pembiayaan perbankan masih kecil karena perbankan belum tahu. Selama ini risiko industri ini dianggap besar," kata Budi Rochadi saat membuka Workshop Pembiayaan Armada Pelayaran Nasional, di Gedung BI, Jakarta, Rabu. Padahal, tambahnya, dengan adanya perjanjian berbasis kontrak (contract based) untuk jasa pengiriman barang, maka tidak ada masalah lagi terkait dengan pendapatan dari perusahaan pelayaran nasional. Jumlah tersebut, menurut dia, masih jauh dari kebutuhan akan pembiayaan pengembangan armada nasional yang mencapai Rp27,6 triliun hingga 2009. "Masalah jaminan itu biasa karena bank punya prosedurnya. Saya kira perusahaan pelayaran tidak punya masalah (memenuhi syarat jaminan-red)," kata Budi. Ia mengatakan BI akan menjembatani agar pengusaha mendapatkan pembiayaan dan bank merasa aman dalam membiayai. Menurut Budi, saat ini hampir 50 persen muatan dalam negeri masih diangkut oleh armada kapal asing dan porsi armada pelayaran nasional untuk muatan ekspor impor hanya lima persen. Dia juga mengatakan hingga Maret 2007 jumlah armada kapal nasional meningkat hanya 18,14 persen menjadi 7.137 unit dengan kapasitas armada sebesar tujuh juta gross ton. Padahal, berdasarkan "roadmap" implementasi Inpres Nomor 5 Tahun 2005, semua angkutan laut dalam negeri oleh armada asing harus sudah diganti dengan kapal berbendera Indonesia. Dia menambahkan dari 13 komoditas yang wajib diangkut kapal berbendera Indonesia sampai 2010 sampai saat ini masih ada empat komoditas domestik yang boleh diangkut kapal asing, yaitu batubara, minyak, barang cair lain, dan hasil pertanian. "Hal ini karena pemerintah menganggap kapal Indonesia belum siap melakukan pengangkutan terhadap keempat komoditas," katanya. Sementara itu, Ketua Indonesia National Shipowners Association (INSA), Oentoro Surya mengatakan idealnya porsi pembiayaan perbankan dan pembiayaan sendiri adalah 80:20. "Namun peraturan dalam negeri menentukan 65:35, sehingga banyak pengusaha kesulitan untuk modal sendiri," kata Oentoro. Menurut dia, "oportunity loss" (kehilangan kesempatan) dikarenakan masih dominannya kapal-kapal asing untuk pengangkutan komoditas domestik mencapai 17 miliar dolar AS per tahun. "Hingga 2010 kita masih butuh sekitar 1.700 unit kapal," kata Oentoro. Hingga saat ini, jelasnya, masih sedikit perbankan yang masuk dalam industri perkapalan nasional, yaitu bank Mandiri dan BII. (*)
Copyright © ANTARA 2007