Mogadishu (ANTARA News) - Sedikitnya 65 orang tewas Selasa pada hari ketujuh bentrokan sengit antara tentara Ethiopia dan gerilyawan Islam di sekitar ibukota Somalia, Mogadishu, termasuk dua pemboman mobil. Para pekerja hak asasi manusia yang mengawasi korban tewas mengatakan sedikitnya 321 orang, sebagian besar warga sipil dan gerilyawan, tewas dalam bentrokan ketika pasukan Ethiopia memerangi gerilyawan Islam untuk membantu pemerintah sementara Somalia. Beberapa saksi mengatakan seorang pembom bunuh diri telah meledakkan sebuah truk di kamp Ethiopia di Afgoye, sekitar 30 Km di baratdaya ibukota, yang melukai sedikitnya dua tentara Somalia. Sebuah mobil juga meledak di luar sebuah hotel yang menampung sejumlah pejabat pemerintah di Mogadishu selatan, yang menewaskan tujuh warga sipil dan melukai beberapa orang yang lain, kata warga. Tidak ada kelompok yang menyatakan bertanggungjawab atas pemboman mobil tersebut, tapi pemerintah Somalia pada masa lalu telah menyalahkan milisi Islam karena sejumlah serangan bunuhdiri. Tank-tank Ethiopia menggempur sejumlah posisi di Mogadishu utara dan selatan dalam upaya untuk melemahkan gerilyawan, yang diduga punya hubungan dengan jaringan al-Qaida pimpinan Osama bin Laden. "Ethiopia telah menggunakan kekuatan besar-besaran yang seharusnya tidak diizinkan di daerah kediaman. Tank mereka telah menghujankan granat di sejumlah rumah," kata Sudan Ali Ahmad, pemimpin Organisasi HAM dan Perdamaian Elman, yang mengamati korban. PM Ethiopia Meles Zenawi mengatakan tentaranya telah memerangi "Taliban Somalia" dan mengklaim serangan itu berhasil mekipun ada korban tewas warga sipil yang meningkat. "Agenda kami sekarang adalah akan meyakinkan bahwa Shebab (pejuang marga Hawiya) atau yang disebut Taliban Somalia dikucilkan dari penduduk umumnya. Kami ingin menghancurkan kemampuan militer mereka di Mogadishu," katanya. Ia menyatakan serangan itu dapat berlarut-larut selama dua pekan lagi untuk mengusir sepenuhnya gerilyawan dari Mogadishu. Seorang wartawan AFP melaporkan tembakan gencar di sekitar istana presiden di kota tepi laut yang dijaga dengan ketat oleh tentara Ethiopia dan pasukan penjaga perdamaian Uni Afrika, di daerah pinggiran Fagah di Mogadishu utara. "Pertempuran itu berlanjut," kata warga Fagah, Yusuf Hassan. "Kami bersembunyi di sejumlah bangunan tapi tembakan gencar menghancurkan apa saja." Sejumlah warga masih terperagkap di rumah mereka tanpa air dan makanan. Rumah sakit telah dibanjiri (pasien), dengan para dokter minta pasokan medis tambahan. Badan pengungsi PBB (UNHCR) mengatakan pekan lalu bahwa lebih dari 321.000 orang telah meninggalkan ibukota di tepi laut itu sejak 1 Februari, tapi para sesepuh mengatakan jumlahnya sekarang bisa mendekati 400.000 orang dengan eksodusnya ribuan orang lagi dalam enam hari terakhir. UNHCR, yang memasok bantuan pada sedikitnya 41.000 warga Somalia yang terlantar di Afgoye, mengatakan banyak orang yang kehausan dan kelaparan. "Kerumunan yang lapar dan haus menjadikan semakin sulit untuk mengawasi, membuat distribusi bantuan sangat sulit," kata badan itu dalam satu pernyataan, yang minta perlindungan, air dan makanan untuk membantu orang-orang yang terlantar tersebut. Tentara Ethiopia telah membantu pemerintah Somalia yang didukung-PBB mengusir gerakan Islam dari wilayah selatan dan tengah negara itu awal tahun ini. Namun gerilaywan Islam sejak itu melancarkan serangan gerilya dan pertempuran telah meluas dengan sedikitnya 1.000 orang tewas dalam bentrokan bulan lalu, yang terburuk di kota itu selama 15 tahun. Sekjen PBB Ban Ki-moon dan diplomat penting AS untuk Afrika Jendaye Frazer Senin minta diakhirinya kekerasan, yang mengancam upaya regional untuk memulihkan pemerintah yang berfungsi. Pertempuran itu adalah yang tersengit di ibukota Somalia sejak dipecatnya diktator Mohamad Siad Barre 1991. (*)
Copyright © ANTARA 2007