"Cukup berdiri di depan visual merchandising, alat itu akan memandu koleksi kami yang ada. Jadi tak perlu buka pakai baju lagi ke kamar pas," kata CEO PT Mega Perintis, pemilik brand Manzone, FX Afat Adinata, dalam keterangan tertulis yang diterima, di Jakarta, Sabtu.
Adinata menjelaskan, teknologi visual merchandising masih sesuatu yang baru di Indonesia. Ia mengaku bangga menggunakan alat tersebut, karena hasil karya anak bangsa. "Secara bertahap, alat itu akan tersedia di semua gerai di seluruh Indonesia," ucapnya.
Penggunaan visual merchandising, menurut dia, diharapkan tak hanya membangun pemahaman merek Manzone, tetapi menjadi silent selling untuk menarik konsumen membeli produk-produk yang tersedia.
Produk mereka, kata dia, mampu menembus pasar dalam negeri dengan cepat, karena memahami selera konsumen dengan mengikuti kecenderungan dunia, namun dengan harga terjangkau.
"Jika produk impor dengan kualitas yang sama dengan Manzone, dijual mulai dari hari Rp400.000 ke atas, kami bisa jual dibawah Rp400.000," ujarnya.
Pakaian pria itu bisa dijual dengan harga terjangkau karena produk tersebut dibuat di dalam negeri. Selain itu, pihaknya memiliki pabrik tekstil sendiri. Sehingga harga menjadi lebih terkendali.
Saat ini, produknya memberi pilihan produk sangat beragam mulai pakaian hingga aksesoris pria mulai dari sepatu hingga ikat pinggang pada rentang usia 16-28 tahun hingga eksekutif usia 35-45 tahun. Manzone juga bekerja sama menyediakan dengan produsen merek sepatu Nike dan Adidas untuk memperkuat gaya yang akan ditampilkan.
Dia menyebutkan, produknya bertumbuh penjualannya sebesar 20 persen selama 2016. "Penjualan meningkat hingga dua kali lipat setiap menjelang Natal dan empat kali lipat jelang Idul fitri. Pada imlek, penjualan naik 1,5 kali," katanya.
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016