Aleppo, Suriah, (ANTARA News) - Sambil berdiri di dekat satu makam di taman yang berdampingan dengan rumahnya di Permukiman Hamidiyeh di Kota Aleppo, Suriah Utara, Muhammad Fahid melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran.
Sambil mengusap wajahnya, ia berkata, "Ini adalah makam istri saya." Ia menujuk ke batu nisan di satu makam di bagian tengah tempat yang biasanya menjadi taman.
Sebelum krisis bertahun-tahun di Suriah, bunga mawar biasa ditanam di banyak kebun di Aleppo, tapi ketika hantu kematian mulai mengambili nyawa selama perang, kebun semacam itu telah berubah menjadi tempat pemakaman.
Lebih dari 20 kebun telah menjadi kompleks pemakaman di Aleppo, karena angka kematian sangat tinggi, sampai orang harus mencari tempat lain untuk tempat peristirahatan terakhir keluarga mereka yang tewas.
Fahid menambahkan istrinya meninggal pada 2013 akibat stroke, dan setelah memeriksa tiga pemakaman resmi, ia tak bisa menemukan tempat untuk memakamkan jenazah istrinya. Ia juga menghadapi keseulitan untuk sampai ke pemakaman itu sebab sebagian jalan dikuasai oleh gerilhyawan atau berada di medan tempur, jadi ia memutuskan untuk mengubur jenazah istrinya di dekat rumah mereka.
"Setiap hari saya bangun untuk melihat ke makamnya dari balkon dan membaca ayat-ayat suci Al-Quran untuk arwahnya sambil mengenang hari-hari menyenangkan kami bersama," katanya.
Di Hamidiyeh, ada dua kebun, yang dipisahkan oleh jalan, dan kedua kebun tersebut dipenuhi kuburan, demikian laporan Xinhua. Buat orang dewasa, itu sekarang menjadi pemakaman, tapi buat anak-anak di permukiman tersebut, itu masih seperti kebun, dan nisan kuburan tak menghalangi mereka bermain di dalam kompleks itu, terutama saat salju menyelimuti Aleppo.
Pada Rabu (21/12), anak-anak berlarian di antara kuburan; mereka membuat bola salju dan saling melempar, seakan-akan kuburan tersebut adalah mawar di kebun.
Pemandangan itu sangat luar biasa mengingat kondisi tempat tersebut, sebab gambaran kuburan biasanya berkaitan dengan kesedihan, ketakuran dan burung gagak, tapi dalam gambaran di Aleppo tersebut, lalu-lintas padat di sekitar kebun makam itu, sementara anak-anak bermain salju dengan gembira.
"Sejak awal krisis, orang tak memiliki akses ke pemakaman resmi, jadi mereka mulai mengubur keluarga mereka yang meninggal di kebun," kata Alaa Addien Durbas, makelar barang tak bergerak yang memiliki kantor di kebun di Hamidiyeh, kepada Xinhua.
"Dulu ada kebun yang dipenuhi pohon dan setelah krisis, semuanya telah menjadi tempat pemakaman," katanya.
Tetangganya, Muhammad Abyad, pedagang pakaian bayi, mengatakan kebun itu dinamakan Kebun Hamidiyeh, tapi sekarang tempat tersebut menjadi Pemakaman Syuhada, sebab kebanyakan orang yang tewas adalah korban perang.
"Selama krisis jumlah orang yang tewas telah bertambah dan tak ada tempat untuk menguburkan mereka, jadi fenomena ini telah mulai," katanya.
Ia mengatakan orang mulai menguburkan kerabat mereka di Kebun Hamidiyeh, kuburan demi kuburan sampai tempat tersebut penuh, sehingga orang pindah untuk menguburkan orang yang meninggal di kebun lain.
"Ke mana pun anda pergi sekarang di Aleppo, hampir semua kebun telah berubah menjadi pemakaman," katanya.
Aleppo termasuk di antara kota besar yang paling parah dilanda krisis di Suriah, jika bukan yang paling parah, dan pemandangan kehancuran memenuhi tempat itu.
Kota tersebut telah terpecah antara wilayah gerilyawan di bagian timur kota, dan pemerintah di bagian barat.
Setelah satu serangan baru-baru ini, militer memulihkan hampir semua bagian timur, tapi tragedi tetap terjadi, saat ribuan cerita disampaikan mengenai penderitaan yang telah dirasakan kota tersebut dan warganya, dan kebun kuburan adalah salah satunya.
(C003)
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016