Jakarta (ANTARA News) - KPK menyusun strategi dalam penyidikan kasus tindak pidana korupsi suap dalam pengadaan satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla), khususnya terkait keterbatasan KPK terhadap subjek hukum berlatar belakang militer aktif.
"Ada banyak hal yang masih perlu dipertimbangkan lebih lanjut termasuk efektifitas penanganan perkara ini dan juga risiko hukum yang mungkin akan dihadapi nantinya karena kita tahu aturan tentang konektivitas," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK Jakarta, Rabu.
Menurut Febri, KPK berpegang pada Pasal 42 UU 30 tahun 2002 tentang KPK menyatakan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 89-94 yang mengatur mengenai koneksitas penyidikan perkara pidana di lingkungan peradilan militer dan peradilan umum.
"Di tingat hukum kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHAP) ada dan berlaku jauh sebelum UU KPK ada, sehingga ada beberapa hal yang memang perlu dikoordinaiskan lebih jauh dan perlu dipertimbangkan lebih dalam," tambah Febri.
KPK pun masih fokus terhadap empat orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK meski KPK menduga ada pihak lain yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana yang berasal dari lingkungan militer.
"Sejauh ini KPK masih fokus pada empat tersangka, sebagaimana banyak perkara yang ditangani KPK sebelumnya, perkara tersebut sangat mungkin bsa berkembang apakah berkembang dalam ruang lingkup penanganan perkara atau ruang lingkup kasusnya ataupun jangkauan pihak lain yang diduga terlibat, hal itu tergantung bukti yang kita kumpulkan," tambah Febri.
Pengembangan tersebut juga termasuk dalam proses pengadaan apakah terdapat persoalan atau sampai jauh pada proses penganggaran.
"Tentu saja saksi-saksi yang dipandang mengetahui peristiwa ini, berkaitan dengan pengadaan, terkait dengan penyerahan uang, jumlah uang atau peristiwa lain yang relevan akan dilakukan pemeriksaan tapi jadwalnya belum bisa diinformasikan," katanya.
Febri kembali meyakini bahwa koordinasi KPK dan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI sudah berjalan baik.
"Respon dari POM TNI sejauh ini kita nilai cukup positif termasuk juga komitmen menangani jika ada pelaku yang berasal atau berada di yurisdiksi peradilan militer. Untuk pengadaan memang ada banyak unsur di tingkat pengadaan mulai dari KPA (Kuasa Penguna Anggaran), PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) hingga panitia. Tim harus hati-hati melihat siapa saja yang dipanggil sebagai saksi berdasarkan bukti yang cukup bisa diproses dalam tingkatan lebih lanjut," jelas Febri.
Dalam perkara ini mantan Plt Sekretaris Utama (Sestama) yang saat ini menjabat sebagai Deputi Bidang Informasi dan Hukum Kerja Sama Bakamla merangkap Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Eko Susilo Hadi disangkakan pasal 12 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU tahun 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
KPK juga menetapkan direktur utama PT Melati Technofo Indonesia Fahmi Darmawansyah dan dua anak buahnya Hardy Stefanus dan Muhammad Adami Okta sebagai tersangka pemberi suap berdasarkan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU tahun 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Eko diduga menerima Rp2 miliar sebagai bagian dari Rp15 miliar "commitment fee" yaitu 7,5 persen dari total anggaran alat monitoring satelit senilai Rp200 miliar.
Paket Pengadaan Monitoring Satelit Bakamla dengan nilai pagu paket Rp402,71 miliar sudah selesai lelang pada 9 Agustus 2016. Pemenang tender adapa PT Melati Technofo Indonesia yang terletak di Jalan Tebet Timur Dalam Raya Jakarta Selatan.
Peralatan tersebut rencananya akan ditempatkan di berbagai titik di Indonesia dan terintegrasi dengan seluruh stasiun yang dimiliki oleh Bakamla serta dapat diakses di Pusat Informasi Maritim (PIM) yang berada di kantor pusat Bakamla.
KPK masih mencari keberadaan Fahmi yang saat ini berada di luar negeri.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016