Pelaku usaha atau industri merupakan elemen penting untuk menggerakkan roda perekonomian dan memperkuat basis ekonomi Indonesia dalam rangka mewujudkan negara yang berdaya saing global.”

Jakarta (ANTARA News) - Indonesia masih membutuhkan jutaan wirausaha baru agar dapat memenangi persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), mengingat jumlah pengusaha nasional saat ini baru sekitar 1,56 persen dari populasi penduduk.

"Pelaku usaha atau industri merupakan elemen penting untuk menggerakkan roda perekonomian dan memperkuat basis ekonomi Indonesia dalam rangka mewujudkan negara yang berdaya saing global,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto lewat keterangan pers di Jakarta, Rabu.

Standar Bank Dunia menyarankan perlu empat persen wirausaha dari populasi penduduk untuk berkompetisi di era pasar tunggal tersebut.

Airlangga menyampaikan hal tersebut dalam sambutannya mewakili Presiden Joko Widodo pada pembukaan Nahdhatul Ulama (NU) Expo 2016 di Surabaya, Jawa Timur.

Airlangga menyampaikan, secara ideal Indonesia harus meningkatkan jumlah wirausaha baru sebanyak 5,8 juta untuk memenuhi target empat persen. "Menuju dua persen saja, kita butuh 1,7 juta pengusaha. Oleh karena itu, kita butuh kolaborasi dengan seluruh elemen bangsa, karena pertumbuhan ini hanya akan dapat dicapai manakala kita bisa menggerakkan semua stakeholder,” paparnya.

Dalam hal ini, Airlangga secara khusus meminta peran ekonomi dari organisasi NU agar lebih diperkuat dan diperluas. Terlebih lagi, NU telah berkontribusi besar dalam pembangunan bangsa Indonesia dan didukung anggota sebanyak 40 juta yang tersebar di berbagai pelosok daerah.

“Menurut pandangan kami, peran yang perlu ditingkatkan, antara lain adalah mengembangkan core competence ekonomi pada pesantren-pesantren yang ada di Indonesia,” tuturnya. Langkah ini bisa digerakkan oleh para santri melalui kegiatan industri atau jasa. Oleh karena itu, Airlangga berharap nantinya setiap pesantren yang ada di Indonesia dapat memiliki unit usaha industri.

Airlangga mengungkapkan, upaya tersebut dapat diawali dengan berjualan hal-hal yang kecil serta mengumpulkan modal untuk mengembangkan usaha agar lebih besar dan variatif. “Kami yakin, itu bukanlah hal yang sulit, mengingat santri-santri berasal dari berbagai macam latar belakang dan daerah. Saya juga percaya pertukaran pemikiran antara para santri tidak hanya melahirkan para pemikir unggul, namun juga pengusaha unggul,” tegasnya.

Di samping itu, Airlangga menambahkan, Pemerintah tengah mendorong pendidikan vokasi di tingkat Sekolah Menengah Kejuruan akan menjadi tulang punggung pendidikan Indonesia ke depan. Nantinya, 60 persen pendidikan setingkat SMA akan didorong melalui pelatihan-pelatihan vokasi dan nanti Kemenperin melakukan "link and match" dengan kegiatan-kegiatan di industri.

Dalam pengembangan daya saing industri nasional, menurutnya, diperlukan penyiapan kompetensi SDM yang sesuai dengan kebutuhan dunia usaha saat ini.

“Menciptakan SDM Indonesia yang terampil itu perlu melalui kegiatan vokasi. Ini sesuai arahan Bapak Presiden Joko Widodo yang telah mengeluarkan Inpres,” terangnya.

Dirjen Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih mengatakan, pihaknya menargetkan penumbuhan wirausaha baru untuk industri kecil sebanyak 20.000 dan industri menengah sekitar 4.500 unit hingga tahun 2019.

Gati menegaskan, IKM memegang peranan penting dalam penguatan struktur industri dan utamanya untuk perekonomian nasional. “IKM merupakan simbol aktivitas ekonomi berbasis kerakyatan yang terbukti tangguh menghadapi tantangan dan krisis ekonomi yang melanda ekonomi global,” tuturnya.

Untuk mendorong tumbuhnya wirausaha baru di dalam negeri, lanjut Gati, Kemenperin juga menyadari harus dilakukan langkah-langkah yang out of the box. Salah satunya adalah meluncurkan program e-smart IKM, yang merupakan suatu sistem database IKM yang tersaji dalam profil industri, sentra dan produk yang diintegrasikan dengan marketplace yang telah ada seperti Bukalapak dan Tokopedia.

“Dengan terintegrasinya sistem ini, pasar secara fisik yang sebelumnya harus pada lokasi tertentu, maka pasar tersebut akan digantikan dengan kamar-kamar para santri atau pojok-pojok lapangan bola di pesantren karena pasarnya telah bisa dijangkau melalui smartphone atau lewat perangkat internet lainnya,” papar Gati. Artinya, pelaku industri bisa menjangkau pasar domestik dan internasional hanya dengan jari-jemari melalui gadget yang dimiliki.

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016