Jakarta (ANTARA News) - Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia Prof. DR. Hamdi Muluk, MSi menilai deteksi dini dan respons cepat (terrorism early warning and terrorism early response) aparat keamanan merupakan cara terbaik untuk mencegah terjadinya aksi terorisme di Indonesia.
Namun, deteksi dini dan respon cepat terkait ancaman terorisme itu harus terus ditingkatkan terutama menjelang akhir tahun. Begitu juga tahun depan, Hamdi meyakini ancaman terorisme transnasional ke Indonesia akan makin besar akibat faktor ketegangan internasional.
“Itu pasti akan berimbas ke Indonesia. Akan banyak amaliyah dan seruan aksi teror di tanah air oleh kelompok radikal, khususnya ISIS. Intinya deteksi dini dan respon cepat harus selalu dilakukan menghadapi masuknya serangan paham transnasional seperti ISIS ke Indonesia,” ujar Hamdi Muluk di Jakarta, Rabu (21/12).
Sebenarnya, lanjut pakar derakalisasi ini, dari dulu baik zaman Al Qaeda, Jamaah Islamiyah, dan sebagainya, bentuk paham transnasional tidak jauh beda. Mereka hanya berganti kulit, sementara ideologinya sama. Mereka juga bertujuan sama membuat negara Islam atau khilafah islamiyah, jihad, amaliyah, perekrutan, dan menggalang dana.
Menurut Hamdi Muluk, ancaman terorisme makin besar dengan adanya internet (dunia maya). Saat ini dunia maya telah menjadi tempat perekrutan, bertemu, dan penyebaran ajaran. Oleh karena itu, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) wajib memberikan perhatian khusus ke dunia maya.
Bentuknya, BNPT harus mengembangkan deteksi dini dan respons cepat. Selain itu, BNPT harus punya pusat data yang terintegrasi, baik itu untuk proses pemantauan, analisa, dan mengamati gerakan kelompok teroris.
“Faktanya jelas aksi-aksi terorisme yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini pelakunya teradikalisasi lewat dunia maya. Seperti ‘pengantin’ wanita kasus bom Panci di Bekasi, Dian Yulia.”
“Ia belajar lewat Facebook dan sosmed saat jadi TKW di Hong Kong dan Singapura, yang kemudian berhubungan dengan jaringan Bahrunnaim. Ia terus teradikalisasi lewat chatting melalui telegram, bahkan menikah pun dilakukan melalui dunia maya. Fakta inilah yang menjadikan dunia maya harus mendapat perhatian khusus,” jelas Prof. Hamdi.
Ia menegaskan, dengan adanya sistem deteksi dini dan respon cepat yang terintegrasi di BNPT, maka pengambil kebijakan akan cepat tanggap mengeluarkan keputusan. Intinya, urusan terorisme harus direspons cepat. Tugas BNPT kedepan akan sangat berat, tidak hanya penanggulangan terorisme dari sisi deteksi dini dan respons cepat saja, peran besar BNPT dalam program deradikalisasi juga banyak diharapkan masyarakat.
“Kedepan pencegahan terorisme polanya multi stakeholder. Artinya, tidak bisa pencegahan terorisme hanya tanggung jawab BNPT. Tapi BNPT tetap menjadi badan yang bertugas mengkoordinasikan, membuat blueprint, sinkronisasi, monitoring, dan evaluasi,” katanya.
BNPT akan menandatangani Memorandum Of Understanding (MoU) dengan 25 kementerian dan lembaga dalam melakukan program pencegahan terorisme awal tahun depan. Langkah itu sebagai bentuk penguatan penanggulangan terorisme dengan melibatkan seluruh stakeholder dan juga masyarakat.
Langkah itu, menurut Hamdi Muluk, akan menjadi momentum untuk meningkatkan kerja sama penanggulangan terorisme yang diperluas dan lebih baik sehingga masing-masing kementerian dan lembaga memiliki tanggung jawab masing-masing, dengan BNPT sebagai koordinatornya.
“Hanya dengan cara itu, peluang radikalisme dan terorisme berkembang bisa dipersempit ruang geraknya,” tambah Hamdi Muluk.
Aparat keamanan Indonesia berhasil menggagalkan beberapa ancaman aksi teror mulai dari tiga kasus lone wolf di Medan, Mapolres Surakarta, penyerangan polisi di Tangerang, kemudian terungkapnya rencana aksi bom panci yang menjadikan wanita sebagai calon ‘pengantin’, serta disergapnya kelompok teroris dengan lima bom siap ledak di Serpong, Tangerang, Banten, Rabu (21/12).
Pewarta: Suryanto
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016