Jakarta (ANTARA News) - Organisasi Angkutan Darat (Organda) akan melakukan mogok nasional bulan depan untuk memprotes banyaknya pungutan liar maupun resmi yang membebani sektor angkutan. "Kami belum tentukan waktunya, tapi bulan depan. Kami tinggal kirimkan pesan kepada pengurus daerah. Aksi bisa satu hari, dua hari, atau setengah hari," kata Ketua Umum Organda, UT Murphy Hutagalung, di Jakarta, Selasa. Hutagalung mengatakan bahwa ia sudah melaporkan permasalahan yang dihadapinya kepada eksekuitf maupun legislatif namun tidak ada tanggapan. Menhub, katanya, juga menjanjikan untuk mengadakan pertemuan bersama dengan Depdagri dan kepolisian. "Namun sudah satu bulan ini tidak ada kabar," katanya. Hutagalung mengatakan bahwa anggotanya sudah tidak tahan lagi terhadap pungutan tidak resmi maupun yang resmi. Ia mengatakan, secara nasional pungutan tidak resmi mencapai Rp18 triliun selama satu tahun, sementara itu pungutan resmi yang membebani perusahaan angkutan mencapai Rp40 triliun. Ia mengatakan biaya pungutan liar tersebut mencapai sekitar 30 persen dari biaya operasional. Sebagai contoh, katanya, biaya kir (pemeriksaan kelaikan kendaraan) yang seharusnya hanya Rp65.000 untuk setiap enam bulan namun kenyataannya bisa lebih besar lagi. Selain itu, katanya, ijin usaha dikenakan untuk setiap unit kendaraan bukan untuk perusahaannya. Keluhan lainnya adalah peraturan daerah yang seringgkali membebani pengusaha. Hutagalung mengatakan, ia mendengar ada 58 perda yang membebani usaha angkutan telah dicabut namun pencabutan itu tidak transparan. Ia mengaku tidak mengetahui perda-perda yang dicabut tersebut, dan dalam keseharian juga tidak ada perubahan. Hutagalung mengatakan, masalah yang dihadapi pengusaha sama di setiap daerah. Ia mengatakan, aksi stop operasi tersebut merupakan arus bawah dan tidak ada yang menunggangi. Sebagai contoh di Sulawesi Selatan, organda di 19 kabupaten/kota siap mogok, katanya sambil menunjukkan surat yang ditandatangi pengurus organda setempat. Saat ini, katanya, jumlah anggota Organda sekitar 1,5 juta usaha angkutan, dengan 16 juta pekerja dan sembilan juta angkutan. Aksi itu, katanya, bukan berarti mereka melakukan perlawanan namun untuk menyampaikan keprihatinan. Ia mengatakan, jika pungutan-pungutan itu dihapuskan maka tarif angkutan bisa diturunkan dan pelayanan kepada konsumen juga bisa dinaikkan. Pihaknya, kata Hutagalung, hanya ingin prosedur usaha angkutan tidak berbelit-belit dan tidak banyak birokrasi. Di negara manapun, katanya, sektor transportasi mendapat perhatian pemerintah.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007