Jakarta (ANTARA News) - Sebanyak 11 Menteri di bidang perekonomian dalam kabinet Presiden Susilo Bambang Yudhoyono layak untuk diganti, terutama Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Boediono dan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati. "Dari 11 menteri tersebut, yang kami anggap paling prioritas adalah Menko Perekonomian, selanjutnya Menkeu," kata Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Imam Sugema kepada wartawan di Jakarta, Selasa. Berdasarkan prioritas untuk diganti, maka urutan selengkapnya dari 11 menteri tersebut adalah Menko Perekonomian, Menkeu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Perhubungan, Meneg BUMN, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan, Meneg Koperasi dan UKM, Menteri Perdagangan, dan Menteri Perindustrian. Menurut Imam, latar belakang finansial Menko Perekonomian membuat Boediono lemah dalam memadukan antara aspek makro dan mikro dan lebih banyak mengeluarkan keputusan bersifat moneter. Selain itu, lanjutnya, dalam masa jabatannya hampir tidak ada aksi nyata atau sesuatu yang riil yang dilakukan tetapi hanya berupa pengeluaran kebijakan beragam paket program yang kerap bermasalah di tataran implementasinya. "Padahal, kebijakan bukanlah hanya sekedar membuat kebijakan tetapi bagaimana agar kebijakan itu dapat benar-benar bekerja," ujar dia. Imam memaparkan, Menko Perekonomian harus diisi oleh orang yang secara komprehensif mengetahui hubungan makro-mikro, menjembatani sektor riil dengan finansial, memiliki kemampuan manajerial, lebih mengutamakan aksi nyata, dan memiliki empati yang tinggi terhadap masyarakat miskin dan pengangguran. Tantangan yang dihadapi Menko Perekonomian, katanya, adalah merumuskan kembali dan menjalankan triple track strategy, yaitu pro-growth, pro-job, dan pro-poor, dengan menggerakkan semua departemen terkait untuk membuat program yang antikemiskinan dan mengurangi pengangguran. Menko Perekonomian bersama Bank Indonesia juga harus berupaya mengatasi gelembung finansial yang kontraproduktif terhadap investasi di sektor riil, mencegah dan mengantisipasi kemungkinan terjadinya krisis finansial, dan meningkatkan penyaluran kredit untuk kegiatan produktif dan investasi.(T.M040/B/K004)Menkeu posisi strategis Sementara itu, ujar Imam, Menkeu juga harus diganti karena jabatan tersebut adalah posisi yang sangat strategis setelah Presiden dan Wakil Presiden. "Sekitar separuh aktivitas pemerintahan, yaitu yang berupa `how to finance`, dikuasai oleh Menteri Keuangan," katanya. Ia menuturkan, Indonesia seharusnya memiliki Menkeu yang memiliki paradigma "development economics" yang mengakar kepada kepentingan publik secara luas dan mengutamakan program yang menyentuh langsung masyarakat. Imam memaparkan, Menkeu harus mampu melaksanakan sinkronisasi "triple track strategy" dengan strategi anggaran secara detil sampai ke tingkat sektor, program, dan proyek. Selain itu, lanjutnya, Menkeu juga wajib mencegah defisit anggaran yang tidak perlu, mencegah pembengkakan "contingent liability" (seperti Lapindo) yang cenderung membebani anggaran, mendisiplinkan anggaran kementerian dan lembaga, serta meningkatkan penyerapan anggaran. "Penggantian tim ekonomi harus dilakukan dengan segera. Tidak ada lagi waktu untuk melakukan perubahan karena pada tahun 2008 sudah akan disibukkan dengan kampanye politik untuk menghadapi Pemilu 2009," ujar Imam.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007