Banda Aceh (ANTARA News) - Hunian sementara (huntara) bantuan para isteri menteri Kabinet "Indonesia Bersatu" kepada masyarakat korban tsunami dan dibangun di kawasan Ajun, Kecamatan Peukan Bada, Kabupaten Aceh Besar, Selasa, mulai dibongkar karena masa sewa tanahnya sudah habis. Sebagian korban tsunami yang telah dua tahun lebih menempati huntara itu menyatakan harapan agar bangunan tersebut tidak segera dibongkar karena ada di antara mereka yang belum memiliki rumah permanen. "Kami di sini ada sekitar 50 kepala keluarga (KK) korban tsunami, meski sebagian ada yang telah meninggalkan lokasi ini karena rumah permanennya sudah selesai dibangun, tapi bagaimana nasib 15 KK yang bersatatus sebagai penyewa yang sampai saat ini tidak ada rumah," kata Irawadi Fauza, korban tsunami. Sementara 10 KK juga mengharapkan agar diberi waktu beberapa hari lagi bisa menempati huntara yang dibangun di atas lahan pribadi yang disewakan itu sambil menunggu penyelesaian rumah permanen di desa asal, jelasnya. "Selain status penyewa, ada sekitar 10 KK lagi korban tsunami yang saat ini rumah di desa asalnya belum selesai dibangun, jadi mereka juga minta dispensasi untuk tetap bisa menempati sementara di huntara bantuan isteri para menteri kabinet `Indonesia Bersatu` itu," tambah Irawadi. Namun paling mendesak dipikirkan adalah korban tsunami berstatus sebagai penyewa. "Kalau tidak diberikan dispensasi maka kemana kami akan tinggal, sementara rumah dan lahan tidak ada. Kami juga korban yang saat tsunami tercatat sebagai penyewa," tambahnya. Aksi pembongkaran bangunan huntara itu dilakukan pihak Yayasan Jiave Jakarta. "Ada informasi material bangunan bekas huntara bantuan para isteri Kabinet `Indonesia Bersatu` itu akan dipulangkan ke Jakarta oleh Yayasan Jiave sebagai penerima kuasa pembongkaran," ujar Irawadi. Sementara dari Yayasan Jiave Jakarta, Irwantara membantah jika material berupa seng, tripleks dan kayu dari bekas bangunan huntara tersebut dibawa kembali ke Jakarta. "Kami diberi tugas untuk membongkar karena masa sewa tanah sudah habis, dan akan menunggu perintah selanjutnya dari pihak pemberi kuasa yakni ibu Nurhayati Ali Assegaff di Jakarta," jelasnya. Aksi pembongkaran huntara tersebut sebelumnya sempat dipertanyakan beberapa warga, namun masalah itu dapat diselesaikan dengan musyawarah setelah Kapolsek Peukan Bada, Ipda Muhayat datang ke lokasi.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007