Jakarta (ANTARA News) - Undang-Undang (UU) Jasa Konstruksi baru diharapkan dapat mengakomodir perkembangan dinamika jasa konstruksi Tanah Air sehingga mampu membantu program percepatan pembangunan infrastruktur nasional.
Anggota Komisi V DPR RI Nusyirwan Soejono saat dihubungi di Jakarta, Minggu, menegaskan, terbitnya UU itu telah melalui evaluasi dalam mengakomodir dinamika jasa konstruksi yang selalu berkembang.
"Beberapa poin yang disorotinya dalam UU yang baru itu, terkait adanya jasa konstruksi terintegrasi (design and built)," katanya.
Penegasan tersebut terkait dengan pengesahan Rancangan UU tentang Jasa Konstruksi menjadi UU dalam Rapat Paripurna DPR RI, Kamis (15/12).
"Sudah diketok palu (UU Jasa Konstruksi) untuk menjawab dengan dinamika jasa konstruksi sat ini sehingga ini sangat tepat. Saya berharap semoga ini menjawab dan harapan kawan-kawan jasa konstruksi," kata Nusirwan.
Oleh karena itu, Nusyirwan mengharapkan setelah disahkannya aturan itu, pemerintah segera menindaklanjuti dengan terbitnya peraturan turunannya baik melalui peraturan pemerintah, peraturan menteri ataupun peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
Dia meyakini aturan tersebut dapat dituntaskan dalam waktu yang relatif singkat karena UU itu harus mulai berlaku efektif selambat-lambatnya pada 2018.
RUU Jasa Konstruksi merupakan usul inisiatif DPR awalnya terdiri atas 15 Bab dan 113 pasal, setelah melalui sejumlah pembahasan dan perumusan intensif, akhirnya berhasil diselesaikan menjadi 14 Bab dan 106 pasal. Lewat perubahan sistematika dan materi muatan lebih 50 persen, maka UU yang baru ini akan menggantikan UU No.18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi sebelumnya terdiri dari 12 Bab dan 46 pasal.
Sementara Ketua DPP Inkindo DKI Jakarta, Peter Frans menyatakan kalangan konsultan menyambut baik UU Jasa konstruksi yang baru, khususnya terkait aturan remunerasi standar minimal yang ditetapkan pemerintah sehingga pihaknya tak perlu lagi melakukan penawaran harga jasa dalam memperoleh data acuan ongkos jasa tarif sektor konstruksi (billing rate).
"Salah satu kemajuan dibandingkan UU yang lama adalah remunerasi itu. Selain hal itu nantinya juga akan mempersingkat waktu lelang,"katanya.
Sedangkan Dirjen Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Yusid Toyib, mengatakan agar daya saing dan kompetensi tenaga kerja konstruksi harus bisa ditingkatkan, tidak hanya keahlian tapi juga termasuk kesejahteraan profesi jasa konstruksi melalui peningkatan remunerasi para pekerja konstruksi.
"Jangan sampai pekerja konstruksi asing yang masuk ke Indonesia dibayar lebih mahal dari tenaga kerja konstruksi asli Indonesia. Inilah pentingnya kita menetapkan remunerasi minimal bagi pekerja konstruksi Indonesia,"ujarnya.
Hapus pidana
Pada kesempatan itu, Nusirwan membenarkan bahwa tim Panja Komisi V dan pemerintah juga bersepakat menghapus ketentuan pidana dan menekankan penegakan hukum pada aspek administrasi dan keperdataan, termasuk jika terjadi sengketa antar pihak, diterapkan prinsip dasar musyawarah untuk mufakat.
Hal ini, katanya, demi menjamin kerberlangsungan proses penyelanggaraan Jasa Konstruksi.
RUU ini juga mengatur apabila ada dugaan kejahatan atau pelanggaran oleh pengguna dan penyedia jasa, maka proses hukum dilakukan dengan tidak mengganggu atau menghentikan proses penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
"Dalam hal adanya dugaan kejahatan atau pelanggaran terkait kerugian negara, pemeriksaan hukum hanya dapat dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan dari lembaga negara yang berwenang,"ujarnya.
Direktur Bina Penyelenggaraan Jasa Konstruksi Kementerian PUPR Darda Daraba mengungkapkan, bahwa pihaknya juga tengah bersiap membahas revisi peraturan turunan dari undang-undang jasa konstruksi yang baru, yaitu revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29/2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
Dia mengatakan persiapan awal yang dilakukan adalah menyusun naskah akademis yang akan menjadi landasan dalam penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang penyelenggaraan jasa konstruksi.
"Naskah akademis terkait RPP perlu didiskusikan oleh para akademisi untuk mencari kesamaan pemahaman tentang definisi, ruang lingkup, dan arah pengembangan penyelenggaraan jasa konstruksi," katanya.
Pewarta: Edy Sujatmiko
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016