Padahal kami sejauh mungkin untuk menghindari masalah teknis yudisial dalam memberikan rekomendasi karena kami fokus pada pelanggaran perilaku yang dilakukan hakim saat menjalankan persidangan dalam melakukan fungsi utamanya."
Jember (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi Yudisial (KY) Sukma Violetta mengatakan banyak rekomendasi untuk memberikan sanksi kepada hakim "nakal" yang diajukan lembaganya ditolak oleh Mahkamah Agung karena berbagai alasan di antaranya rekomendasi itu masuk dalam teknis yudisial.
"Pada tahun 2015, ada sebanyak 450 pengaduan masyarakat yang kami tindaklanjuti dengan melakukan pemeriksaan dan berita acara, kemudian hasilnya sebanyak 106 hakim yang diusulkan untuk dikenai sanksi karena dinilai melanggar berdasarkan pemeriksaan KY," katanya di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Sabtu.
Wakil Ketua KY itu menjadi pembicara dalam Konferensi Hukum Nasional bertema "Refleksi Hukum 2016 dan Proyeksi Hukum 2017" yang diselenggarakan Pusat Pengajian Pancasila dan Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Jember di salah satu hotel di kabupaten setempat pada 16-17 Desember 2016.
Menurutnya, sebanyak 106 rekomendasi untuk memberikan sanksi kepada hakim yang dinilai melanggar tersebut tidak sepenuhnya ditindaklanjuti oleh Mahkamah Agung, bahkan hanya 14 rekomendasi saja yang ditindaklanjuti dan 68 rekomendasi ditolak atau tidak dieksekusi karena alasan sudah masuk teknis yudisial.
"Padahal kami sejauh mungkin untuk menghindari masalah teknis yudisial dalam memberikan rekomendasi karena kami fokus pada pelanggaran perilaku yang dilakukan hakim saat menjalankan persidangan dalam melakukan fungsi utamanya," katanya.
Ia mengatakan pengaduan masyarakat yang masuk dalam KY sebagian besar melaporkan hakim yang tidak profesional dalam menangani perkara pidana umum dan korupsi, terutama pengaduan masyarakat di daerah banyak yang melaporkan hakim yang menangani kasus korupsi.
"Sejauh ini kami belum melakukan pendataan berapa jumlah pengaduan yang masuk tahun 2016 karena biasanya akan direkap akhir tahun, namun kami prediksi jumlahnya meningkat dibandingkan tahun 2015," ujarnya.
Ia mengatakan penguatan independensi dan akuntabilitas hakim harus diperbaiki karena selama ini masih menjadi tanda tanya, bahkan tidak sedikit operasi tangkap tangan dilakukan di jajaran institusi penegak hukum.
"Selama ini pengawasan terhadap para hakim dilakukan secara eksternal oleh KY, masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat, sedangkan pengawasan internal dilakukan oleh Badan Pengawas MA," katanya.
Berdasarkan pengalaman tersebut, lanjut dia, pihaknya ingin mengawal Rancangan Undang-Undang tentang Jabatan Hakim karena dalam undang-undang tersebut mengatur tentang manajemen hakim mulai rekrutmen, promosi, mutasi, profesionalisme dan pengawasan hakim.
"Dalam sisi pengawasan yang harus diperbaiki yakni kami berharap rekomendasi yang diberikan KY bersifat final dan mengikat, sehingga MA harus melaksanakan rekomendasi tersebut," ujarnya menambahkan.
Pewarta: Zumrotun Solichah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016