Jakarta (ANTARA News) - Dengan mantap, I Gede Agung Prana, Ketua Yayasan Karang Lestari - "Coral Reef Reborn", menapaki tangga panggung di Madrid, Spanyol, pada 18 Januari 2016, sebagai juara kedua UNWTO Award untuk Inovasi LSM.
Agung Prana, ketua sekaligus pendiri Yayasan Karang Lestari pada 1990-an di Pemuteran, Bali Barat, menerima penghargaan kelas dunia itu tidak lepas dari kesuksesannya mengubah Pemuteran, Bali Barat, sebuah kawasan pesisir pantai yang kumuh, menjadi wisata bahari kelas dunia.
UNWTO merupakan sebuah organisasi PBB di bidang pariwisata. UNWTO menilai Agung Prana berhasil melakukan upaya konservasi terumbu karang dan mendorong serta melibatkan masyarakat setempat untuk terlibat dalam industri pariwisata di sana.
Bagi ketua Yayasan Karang Lestari, penghargaan UNWTO merupakan yang kedua, di mana sebelumnya meraih penghargaan Kalpataru tahun 2005 di Jakarta, penghargaan UNDP tahun 2012 di Rio De Janeiro, Brazil, semuanya atas upaya konservasi terumbu karang dengan metode Biorock.
"Pada dekade 1990, pantai Pemuteran memiliki terumbu karang yang indah, penuh dengan ikan. Namun akibat pemanasan global dan penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan karena gunakan bom telah mengakibatkan kehancuran terumbu karang, hilangnya ikan, dan hancurnya industri pariwisata karena turis kabur," kata Komang Astika, manajer operasional Biorock Center.
Apalagi tidak lama kemudian terjadi teror bom di berbagai belahan dunia yang ikut menghancurkan industri pariwisata. Setelah aksi teror di New York tahun 2001, muncul teror bom di Bali tahun 2002 yang makin membuat industri pariwisata Bali terperosok ke titik nadir.
Namun dalam setiap masalah selalu ada jalan keluar. Pada tahun 1998, ada pertemuan konferensi "Global Climate Change" di Singapura.
Seorang warga Bali, Yos Amertha, pengelola Yos Dive Center di Pondok Sari, sebuah resort yang dibangun Agung Prana dengan investor Jerman di Pemuteran, menghadiri konferensi perubahan iklim global di Singapura tahun 1998, ungkap Komang.
Di sana Yos Amertha mendengar presentasi pembuatan terumbu karang dengan metode Biorock oleh Prof Wolf Hilbertz asal Jerman dan Dr Thomas Goreau asal Jamaika. Keduanya merupakan peneliti Biologi Kelautan.
Yos Amerta kemudian menceritakan kehancuran terumbu karang di Pemuteran. Kedua peneliti itu tertarik untuk datang ke Pemuteran dan membantu memulihkan terumbu karang dengan metode Biorock.
Bulan Juni 2000, kedua peneliti Wolf Hilbertz dan Thomas Goreau, melakukan eksperimen pembuatan terumbu karang dengan metode Biorock. Setelah tiga bulan kemudian, hasilnya sangat bagus.
Pertumbuhan terumbu karang dengan metode Biorock lebih cepat dibandingkan dua hingga enam kali lipat dibandingkan pertumbuhan secara alami.
"Sejak itulah, dibangun terumbu karang dengan metode Biorock secara besar-besaran," ungkap Komang Astika.
Pembuatan terumbu karang dengan metode Biorock menggunakan struktur besi yang dialiri listrik arus lemah (DC) dibawah 1,2 Volt. Besi yang dialiri listrik akan menarik mineral dalam air laut yang kemudian membentuk karang di badan besi.
Agung Prana, salah seorang perintis dan pemilik Pondok Sari Resort dan Taman Sari Resort di Pemuteran, kemudian mengembangkan pemulihan terumbu karang dengan metode Biorock secara besar-besaran.
Bawah laut Pemuteran mulai diramaikan dan diwarnai oleh ikan-ikan beraneka jenis, termasuk juga penyu. Itu pun kemudian berdampak kepada pesisir pantai yang dijejali oleh turis asing, terutama dari negara-negara Eropa seperti Jerman, Belanda dan Perancis.
"Sekitar 90 persen turis asing dan 10 persen turis domestik yang datang ke Pemuteran," kata Ni Putu Widyawati, manajer Taman Sari Resort.
Banjirnya turis asing itu pun berdampak pada peningkatan bisnis akomodasi seperti penginapan (homestay), restoran, cafe dan dive center.
"Ketua Yayasan Karang Lestari Agung Prana yang berhasil menyulap pesisir pantai Pemuteran mendorong masyarakat setempat untuk memanfaatkan lahan kosong untuk membuat penginapan, restoran, dan caf�," kata Koman Astika, yang dulu pemandu menyelam kini mengelola Biorock Homestay di Pemuteran.
Berhasil pulihnya terumbu karang di bawah laut Pemuteran, mengundang banjirnya turis asing ke sana, ternyata juga menyebabkan banjirnya penghargaan, baik kelas nasional maupun internasional.
Terumbu karang Biorock terbesar di dunia dan industri pariwisata Pemuteran berhasil menyabet penghargaan di antaranya Konas Award dari Kementerian Perikanan Kelautan pada tahun 2002, Asianta Award dan Kalpataru dari Presiden RI tahun 2005, Tobo dan Kepeloporan Award dari Pemprov Bali tahun 2007, serta Pata Gold Award atau penghargaan prestisius tingkat dunia tahun 2008.
"Penghargaan paling prestisius adalah The Equator Prize dari UNDP (United Nations Development Programme) Special Award di Rio de Janeiro, Brasil pada 20 Juni 2012, dan penghargaan yang terakhir adalah dari UNWTO yang diberikan di Madrid, Spanyol, pada 18 Januari 2016," kata Kadinas Pariwisata Nyoman Sutrisna.
Wisata bahari Pemuteran yang kini sudah mendunia merupakan contoh bagus dimana kawasan pesisir pantai yang kumuh, bahkan terumbu karangnya hancur, berkat upaya konvervasi alam berkat, kerja sama dan dukungan masyarakat setempat, yang sekarang telah menjadi destinasi wisata dunia.
Pewarta: Adi Lazuardi
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016