Jakarta (ANTARA News) - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menegaskan deklarasi Marrakesh atau "Marrakech Action Proclamation for Our Climate and Sustainable Development" merupakan sinyal bagi seluruh pemangku kepentingan untuk segera beranjak dari fase komitmen menuju realisasi aksi penanganan perubahan iklim .
Deklarasi Marrakesh dilaksanakan melalui pelaksanaan Perjanjian Paris, serta mobilisasi "means of implementation" yaitu pendanaan, alih teknologi dan peningkatan kapasitas.
"Dari hasil COP 22 ini, Indonesia bersama Negara lain siap melaksanakan Perjanjian Paris guna memenuhi target yang ambisius, melalui upaya inklusif, yang merefleksikan prinsip-prinsip persamaan, tanggung jawab, kapabilitas, setara dengan tanggung jawab berbeda, dengan memperhatikan perbedaan kondisi masing-masing negara," ujar Siti di Jakarta, Jumat.
Indonesia telah meratifikasi Perjanjian Paris dan telah menyampaikan "First Nationally Determined Contribution" yang berisi garis-garis besar pelaksanaan pengendalian perubahan iklim pada 30-50 tahun mendatang.
Indonesia sendiri sudah melakukan berbagai langkah nyata dalam pelaksanaan Perjanjian Paris. Pada agenda kerangka transparansi, Indonesia telah memberikan contoh dengan telah selesainya penyusunan kerangka MRV serta peluncuran sistem registrasi nasional.
Pada bagian peningkatan kapasitas, Indonesia bersama China menjadi wakil dari Asia Pasifik sebagai anggota Paris Committee on Capacity Building (PCCB) yang mana akan menentukan program peningkatan kapasitas di negara berkembang termasuk di Indonesia.
Demikian juga halnya dengan komunikasi adaptasi, yang mana Indonesia berhasil memberikan masukan agar lebih sederhana dan fleksibel untuk setiap negara agar tidak menjadi beban baru.
Pada acara puncak penutupan COP 22, perwakilan Indonesia menyampaikan tujuh pesan utama untuk menjadi perhatian COP Presiden pada negosiasi mendatang, yaitu mendorong pencapaian target penurunan emisi dan agenda adaptasi sebelum tahun 2020, perhatian yang sama terhadap program-program adaptasi, mitigasi dan dukungan pendanaan, alih teknologi dan peningkatan kapasitas harus sama rata.
Ketiga, mendorong pencapaian target dukungan pendanaan 100 miliar dolar Amerika Serikat sampai tahun 2020 dengan memperhatikan antara janji dan realisasi.
Keempat, menfasilitasi pelaksanaan dan pemenuhan program mitigasi dan adaptasi sangat penting untuk mendukung pencapaian target Indonesia dan negara berkembang lainnya.
Ajakan Indonesia
Kelima, peran dari kerangka transparansi tidak ternilai harganya.Indonesia mengajak agar memperhatikan keseimbangan aspek substantif dan pengorganisasian pembahasannya serta keseimbangan pada transparansi aksi dan dukungan pendanaan, alih teknologi dan peningkatan kapasitas.
Keenam, menegaskan pentingnya tindak lanjut semua mandat dari COP 22, CMP 12 dan CMA 1 termasuk submisi negara anggota dan aspek substansi lainnya, dan menyetujui penetapan waktu kelanjutan persidangan CMA-1.
Ketujuh, Indonesia menegaskan prinsip inklusifnes, transparan, terbuka dan leaving no one behind dalam proses negosiasi mendatang.
Sementara itu ditekankan, bahwa sangat penting masyarakat Indonesia mengetahui tindak lanjut pertemuan Marrakesh, karena dampak dari perubahan iklim sudah nyata dirasakan.
Cuaca ekstrim yang terjadi di banyak daerah di Indonesia, menjadi salah satu bukti nyata pengaruh dari perubahan iklim. Untuk itulah pemerintah pusat, pemerintah daerah, akademisi,peneliti, tokoh masyarakat, pihak swasta, lembaga swadaya masyarakat,masyarakat umum bahkan sampai individual memiliki peran masing-masing yang secara simultan dapat memberikan sumbangan dalam upaya nasional mengendalikan perubahan iklim.
Menteri Siti menambahkan, di Indonesia juga sudah banyak dilakukan berbagai kegiatan penanganan perubahan iklim yang dimulai dari inisiatif masyarakat, di samping juga kebijakan secara Nasional dalam hal pengelolaan hutan dan lahan, serta energi dan fiskal.
Salah satu upaya nyata adalah berbagai aksi penanaman pohon secara rutin di berbagai daerah. Bahkan penanaman serentak 238.000 pohon di Tuban beberapa waktu lalu, berhasil memecahkan Guiness Book of World Record.
Sistem adopsi pohon juga sudah banyak diprakarsai masyarakat, seperti di Cianjur, Jawa Barat dan daerah lainnya. Juga prakarsa masyarakat, para tokoh dan BUMN, seperti pendirian pusat mangrove dan arboretum jenis tanaman lowland, coastal di Indramayu.
Beberapa kebijakan kunci fiskal juga dilakukan, seperti mengurangi subsidi BBM di APBN, aturan OJK untuk tidak memberikan fasilitas keuangan bagi perusahaan yang tidak melindungi lingkungan hidup, dan dukungan pengembangan listrik dari sampah.
Selain itu dengan melakukan penghentian sementara atau moratorium gambut dan hutan primer, moratorium sawit dan restorasi gambut, moratorium batu bara walau masih terbatas, serta kebijakan hutan sosial yang melibatkan masyarakat lokal dan masyarakat adat, karena secara langsung mereka bisa menjaga hutannya dari dekat.
Pewarta: Indriani
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016