Yogyakarta (ANTARA News) - Aktivitas Gunung Merapi yang terletak di perbatasan Provinsi DIY dan Jawa tengah (Jateng) saat ini fluktuatif, sementara statusnya masih dinyatakan waspada. "Statusnya belum akan ditingkatkan. Meski demikian masyarakat di sekitar Merapi diminta tetap waspada," kata Kepala Seksi Gunung Merapi Balai penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Subandrio di Yogyakarta, Senin. Berdasarkan catatan Seismograf, Senin (23/4), terjadi dua kali gempa tektonik yang menyebabkan peningkatan guguran lava dan gempa multifase. "Guguran lava terjadi 56 kali, gempa multifase 23 kali, dan luncuran lava pijar empat kali dengan jarak luncur sejauh 1,5 kilometer ke arah Kali Gendol, katanya. Sedangkan pada Minggu (22/4), guguran lava 40 kali, gempa multifase 11 kali, gempa tektonik empat kali dan luncuran lava pijar tiga kali dengan jarak luncur relatif sama. Ia mengatakan, masyarakat di sekitar Gunung Merapi diminta waspada karena saat ini kubah yang muncul setelah erupsi Juni 2006 posisinya `menggantung`. "Kubah itu diperkirakan volumenya mencapai satu juta meter kubik," katanya. Menurut Subandrio, kubah hasil erupsi tahun lalu masih akan terus tumbuh. Kubah itu bisa longsor karena fondasinya kurang kuat dan posisinya labil. Jika kubah itu longsor, dan ada dorongan dari dalam, awan panas dalam skala besar kemungkinan bisa terjadi. Ia menambahkan, setiap terjadi erupsi selalu akan diikuti oleh munculnya kubah baru. Untuk kubah baru ini karena pintu keluar magma tertutup, menyebabkan pertumbuhan kubah `menggantung`. "Aliran magma dari perut bumi yang naik menyebabkan posisi kubah labil, dan ini rawan longsor. Karena itu, dalam radius enam kilometer dari puncak Merapi harus dikosongkan dari permukiman," kata Subandrio.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007