Tindakannya Islami meskipun ia seorang pemeluk Kristen yang taat."

Jakarta (ANTARA News) - Peneliti bidang politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof. Ikrar Nusa Bhakti mengatakan nota keberatan yang dibacakan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada sidang perdana merupakan ungkapan isi hati yang paling dalam.

"Eksepsinya adalah ungkapan isi hatinya yang paling dalam. Dia tak mungkin menista Islam dan para kyai, agama keluarga angkat dan juga kyai yang amat dia hormati dan cintai," kata Ikrar melalui keterangan tertulisnya yang diterima Antara di Jakarta, Selasa.

Guru besar LIPI ini menilai Ahok mencintai umat dan agama Islam yang dapat dilihat dari upaya membangun masjid, mengirim para marbot (pengurus masjid) dan muazim pergi ke Tanah Suci Mekah untuk menunaikan ibadah umrah, serta ikut berkurban dan mengeluarkan 2,5 persen pendapatannya.

"Tindakannya Islami meskipun ia seorang pemeluk Kristen yang taat," kata Ikrar.

Selain itu, Ikrar juga meminta Majelis Hakim tidak bertindak diskriminatif dalam mengadili sidang Ahok dan berharap agar proses hukum Ahok tidak mendapat intervensi dari pihak mana pun, apalagi karena tekanan massa.

Masyarakat juga diminta menerima hasil persidangan dengan lapang dada, namun tetap mengawal proses hukum agar tetap transparan.

Ada pun dalam sidang perdana yang beragendakan pembacaan surat dakwaan oleh jaksa penuntut umum, Ahok membacakan eksepsinya di depan Majelis Hakim.


Sedih

Ahok terdengar menangis terisak saat menceritakan oran gtua dan saudara angkatnya yang memeluk agama Islam. Dari penjelasannya, ia merasa seperti tidak menghargai keluarga angkatnya jika menghina atau menista agama Islam.

"Saya sangat sedih, saya dituduh menista agama Islam, karena tuduhan itu, sama saja dengan mengatakan saya menista orang tua angkat dan saudara-saudara angkat saya sendiri, yang sangat saya sayangi, dan juga sangat sayang kepada saya," kata Ahok di persidangan.

Sidang selanjutnya akan digelar pada Selasa pekan depan (20/12) di lokasi yang sama, PN Jakarta Utara di Jalan Gajah Mada No.17 Jakarta Pusat (bekas gedung PN Jakarta Pusat).

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016