Sidoarjo (ANTARA News) - Terdakwa kasus dugaan korupsi Dahlan Iskan membacakan sendiri eksepsi atau nota keberatan kasus dugaan korupsi pelepasan aset PT Panca Wira Usaha, BUMD Pemprov Jatim pada persidangan lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya.
Begitu sidang dibuka oleh majelis hakim yang diketuai M Tahsin, Selasa, Dahlan Iskan langsung meminta waktu untuk membacakan nota keberatannya secara lisan dengan melihat susunan kata yang ditulis Dahlan Iskan pada telepon genggam.
Awalnya pembacaan eksepsi itu berjalan lancar dan dibacakan dengan percaya diri, namun suasana sidang berubah menjadi haru setelah Dahlan Iskan membacakan eksepsinya dengan nada sesenggukan dan nyaris menangis.
Dalam eksepsinya, Dahlan mengkritik kinerja Kejaksaan, yang tebang pilih dalam menangani kasus korupsi termasuk kasus dirinya. Dirinya melihat sikap tebang pilih itu akan berdampak pada kebingungan pada masyarakat dan seakan-akan orang yang terkena korupsi itu hanya berlatar belakang karena nasib.
"Banyak masyarakat dijadikan tersangka korupsi oleh Kejaksaan hanya karena salah mangsa, dikarenakan mereka tidak menyogok atau tidak mampu menyogok Kejaksaan. Oleh karenanya, sehendaknya majelis hakim tidak melanjutkan persidangan kasus-kasus korupsi yang berlatar bekakang dari masalah itu," kata Dahlan dengan nada sesenggukan.
Dirinya juga mengklaim tidak pernah melakukan korupsi di PT PWU dan mengaku sebagai juru penyelamat PT PWU dari ambang kehancuran.
"Saat itu, Gubernur Jatim memintanya untuk merubah kondisi PT PWU secara drastis dan dijalankan seperti perusahaan swasta. Selain itu, berdasarkan keputusan DPRD Jatim, akhirnya pengelolahan perusahaan BUMD itu berubah menjadi Perseroran Terbatas (PT)," tuturnya.
Selain itu, kata dia, dalam menjalankan roda PT PWU, Dahlan mengklaim tidak pernah digaji dan juga tak mau diberi fasilitas apapun, termasuk perjalanan dinas baik didalam negeri maupun di luar negeri.
Ia mengatakan, untuk menjalankan roda PT PWU, dia mengaku menjaminkan harta pribadinya ke Bank BNI sebesar Rp40 miliar karena tidak ada lagi kucuran dana dari Pemprov Jatim dan adanya krisis kepercayaan dunia perbankan terhadap PT PWU.
"Dana Rp40 miliar itu saya buat untuk membangun PT Steel Coveyer Whell dan saya juga menjaminkan deposito pribadi saya sebesar Rp5 miliar untuk membangun gedung Expo Jatim," ujarnya.
Di akhir pembacaan eksepsinya, Dahlan tak meminta "reward" atau penghargaan atas pengabdiannya karena itu semua tak penting baginya, tapi dia meminta jangan bikin masyarakat bingung dan apatis akhirnya tidak percaya kepada hukum.
"Perkara-perkara seperti ini sejatinya persidangannya tidak dilanjutkan, jangan jadikan pengadilan ini menjadi pengadilan sesat," ucap Dahlan yang disambut tepukan tangan dari para kolega dan pendukungnya.
Selain Dahlan Iskan, Tim penasihat hukum yang diketuai Yusril Ihza Mahendra juga mengajukan eksepsi. Pada intinya, tim penasihat hukum Dahlan meminta agar majelis hakim yang diketuai M Tahsin menerima dalil-dalil eksepisnya dan menolak dakwaan jaksa.
Atas eksepsi tersebut, Tim Jaksa dari Kejati Jatim akan mengajukan tanggapan yang sedianya akan dibacakan pada persidangan selanjutnya.
Perlu diketahui, Dahlan Iskan ditetapkan tersangka kasus aset PWU berdasarkan surat perintah penyidikan bernomor Print-1198/O.5/Fd.1/10/2016 tertanggal 27 Oktober 2016. Dia diduga melakukan pelanggaran pada penjualan aset PWU di Kediri dan Tulungagung pada tahun 2003.
Waktu itu, Dahlan menjabat Direktur Utama PT PWU dua periode, dari tahun 2000 sampai 2010. Sebelum Dahlan, penyidik sudah menetapkan mantan Kepala Biro Aset PWU, Wishnu Wardhana sebagai tersangka. Setelah Dahlan jadi tahanan kota, kini tinggal Wishnu Wardhana saja yang mendekam di Rutan Medaeng.
Pewarta: Indra Setiawan
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016