Jakarta (ANTARA News) - Ketua DPR Setya Novanto mengaku sudah mengklarifikasi perannya dalam proyek pengadaan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (E-KTP) periode 2011-2012 di Kementerian Dalam Negeri.
"Alhamdulillah saya begitu bahagia dan senang karena sudah bisa memberikan penjelasan berklarifikasi secara keseluruhan," kata Setya Novanto setelah diperiksa selama tujuh jam di gedung KPK, Jakarta, Selasa.
Pada 2011-2012, saat proyek E-KTP berlangsung, Setya Novanto yang biasa dipanggil Setnov menjabat sebagai Bendahara Umum Partai Golkar sekaligus Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR.
"Jadi saya diundang oleh KPK sebagai saksi Sugiharto dan Saudara Irman. Saya tadinya ada rapat paripurna tapi karena ini sangat penting untuk bisa saya mengklarifikasi secara keseluruhan dan saya sudah jelaskan dan subtansinya silakan saja tanya kepada pemeriksa," kata Setnov, yang saat ini menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar.
Ia pun membantah adanya uang yang diberikan kepada anggota Komisi II DPR selaku mitra Kementerian Dalam Negeri dalam proyek E-KTP tersebut.
"Tidak benar itu, tidak benar," jawab Setnov singkat ketika ditanyai mengenai pemberian uang ke Komisi II DPR.
Sejak KPK menangani perkara itu pada 2014, baru kali ini Setya menjalani pemeriksaan sebagai saksi di KPK meskipun namanya kerap dihubungkan dengan perkara itu.
Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin melalui pengacaranya Elza Syarif pernah mengatakan bahwa proyek E-KTP dikendalikan Ketua Fraksi Partai Golkar DPR Setya Novanto, mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang dilaksanakan oleh Nazaruddin, staf dari PT Adhi Karya Adi Saptinus, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri dan Pejabat Pembuat Komitmen.
Pihak-pihak yang tampak dalam dokumen Elza yaitu Andi Narogong dan Nazaruddin dalam kotak berjudul "Pelaksana" dengan anak panah ke kotak berjudul "Boss Proyek e-KTP" yang berisi nama Novanto dan Anas Urbaningrum.
Kotak bagan "Boss Proyek e-KTP" itu juga menunjukkan panah ke tiga kotak bagan. Kotak pertama berjudul "Ketua/Wakil Banggar yang Terlibat Menerima Dana" berisi nama Mathias Mekeng (500 ribu dolar AS), Olly Dondo Kambe (satu juta dolar AS), dan Mirwan Amir (500 ribu dolar AS).
Kotak kedua berjudul "Ketua/Wakil Ketua Komisi II DPR RI yang "Terlibat Menerima Dana" berisi nama Haeruman Harahap (500 ribu dolar AS), Ganjar Pranowo (500 ribu dolar AS), dan Arief Wibowo (500 ribu dolar AS).
Terakhir, kotak ketiga tanpa judul berisi nama Mendagri (Gamawan/Anas), Sekjen (Dian Anggraeni), PPK (Sugiarto), dan Ketua Panitia Lelang (Drajat Wisnu S).
Sudah ada dua tersangka dalam kasus ini yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto.
Dalam perkara ini, Irman diduga melakukan penggelembungan harga dengan kewenangan yang ia miliki sebagai Kuasa Pembuat Anggaran.
Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara akibat kasus korupsi E-KTP sebanyak Rp2,3 triliun karena penggelembungan harga dari total nilai anggaran sebesar Rp6 triliun.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016