Jakarta (ANTARA News) - Indonesia dinilai memiliki cukup banyak cabang industri olahan non-migas yang juara dalam ajang pertarungan di pasar domestik maupun internasional.
Sektor-sektor unggulan ini mampu tumbuh signifikan di tengah perlambatan ekonomi global dan memberikan kontribusi besar terhadap ekonomi nasional.
“Pada triwulan III tahun 2016, kinerja mereka di atas 5-6 persen. Misalnya, industri makanan dan minuman yang tumbuh 9,8 persen, hampir dua kali lipat dari pertumbuhan ekonomi,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto lewat keterangan tertulis di Jakarta, Minggu.
Airlangga menyampaikan hal itu ketika menjadi narasumber pada Indonesianisme Summit 2016 yang diselenggarakan Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (IA-ITB) di Jakarta.
Selanjutnya, Airlangga menyebut industri barang galian bukan logam tumbuh sebesar 7,2 persen, industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki sebesar 6,9 persen, serta industri barang logam, komputer, barang elektronik, optik dan peralatan listrik sebesar 6,2 persen. “Tidak berarti sektor-sektor lain yang pertumbuhannya rendah, tidak juara. Seperti di sektor agro, industri olahan CPO dan kertas kita, cukup berdaya saing di pasar ekspor,” ungkap Airlangga.
Di samping itu, industri alat angkutan juga didorong menjadi sektor andalan Tanah Air. “Kami telah berbicara dengan prinsipal industri otomotif Jepang, mereka sepakat akan mengekspor produk dari Indonesia ke belahan bumi selatan," ujarnya.
Kemudian, Indonesia juga dijadikan basis ekspor sepeda motor ke seluruh dunia dengan local content-nya yang sudah mencapai 90 persen. Di mana innovation center mereka pun ada di Indonesia.
Menurutnya, hingga saat ini, sektor industri pengolahan non-migas masih menjadi pendongkrak utama dalam pertumbuhan ekonomi nasional dengan menyumbangkan 18 persen, meskipun perhitungannya mulai dari pengolahan bahan baku sampai di pintu pabrik.
“Value chain industri tidak hanya sampai di pintu pabrik, tetapi hingga kepada konsumen atau industri lainnya,” ujar Airlangga.
Ia meyakini, apabila perhitungan kontribusi industri ditambah dengan jasa terkait industri, kontribusinya bisa meningkat hingga 28 persen.
Contohnya, saat bicara industri tekstil, di setiap kampung di Indonesia, pasti memiliki penjahit. Sedangkan untuk industri otomotif, akan ada bengkel, distributor, sampai ke jasa tambal ban dan yang lain.
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Pusat IA-ITB Ridwan Djamaluddin mengatakan, ekonomi Indonesia tumbuh cukup baik, sebesar lima persen hingga kuartal III tahun ini. Demikian pula dengan indikator ekonomi lainnya. Akan tetapi, IA-ITB beranggapan itu saja tidak cukup.
"Oleh karenanya, diperlukan semangat Indonesianisme untuk mencintai produk Indonesia, membangun sinergi dan membentuk jejaring industri, manufaktur dan infrastuktur antara pemerintah, BUMN, korporasi swasta serta teknopreneur," paparnya.
Hal tersebut, lanjutnya, mutlak diperlukan untuk membangun Indonesia menjadi bangsa pemenang di sektor industri manufaktur.
Menurut Ridwan, IA-ITB yang memiliki kompetensi dalam bidang teknologi akan terus mendorong bangsa Indonesia menjadi bangsa pemenang yang memiliki daya saing kuat, menguasai teknologi serta dapat mewujudkan ketahanan ekonomi nasional.
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016