Padang (ANTARA News) - Pemanfaatan hasil hutan non kayu di Sumatera khususnya Sumatera Barat (Sumbar) masih sangat rendah, meski menurut ahli tumbuhan dari Universitas Andalas (Unand) Padang Prof. DR Amri Bahktiar, MS. DESS APT, potensinya jauh lebih tinggi dibanding kayu."Selama ini, kita cenderung menggarap hasil hutan berupa kayu dan bahkan membabatnya secara serampangan, pemicu terjadinya kerusakan hutan. Tetapi potensi bernilai tinggi tanaman obat masih minim dimafaatkan," kata Amri Bahktiar, kepada ANTARA di Padang, Senin. Sumatera, satu pulau ke-empat terbesar dunia kaya berbagai jenis biota tumbuhan tropis dan telah dimanfaatkan nenek moyang orang Sumatera untuk berbagai keperluan upacara adat dan budaya, ekonomi, obat-obatan dan racun-racun. Kendati berbagai jenis spesies tanaman obat-obatan itu terancam punah, antara lain `Njatua Batu (sapium baccatum), `Silalak kulik` (Margarita indica) dan `Kayu Paik (Picrasma Javanica). Kepunahan terjadi akibat banyak hutan tropis di wilayah Sumatera yaitu Sumbar, Riau, Jambi, Sumut, Bengkulu dan Sumsel dibabat untuk perluasan kebun kelapa sawit, karet, kopi dan hutan industri atau menjadi lahan tidur. Namun stok yang ada, kata Amri, tentu perlu pembudidayaan, agar pemanfaatannya dapat dikembangkan. "Kebun Raya Unand selaus 150 hektare di antaranya 100 hektare jadi kebun raya Unand, 25 hektare lainnya sebagai arboretrum dan sisanya lahan tumbuhan obat, jadi hutan pendidikan dan penelitian biologi (HPPB), satu potensi pengembangan produk penelitian komersial," katanya. Secara bertahap, kata dia, mulai tahun 2007 akan dipersiapkan segala sesuatu kebutuhan Andalas Farma menjadi badan hukum dan tahun 2008 baru dicoba berproduksi memenuhi permintaan pasar. Farma Andalas, satu badan usaha akan memproduksi usaha dana jasa, direncanakan ke depan juga memproduksi senyawa banding yang dibutuhkan penelitian perguruan tinggi dengan penghasil bahan baku simplisia yakni bahan baku obat dari tanaman. Dalam Farma Andalas, juga bakal diproduksi bentuk ekstrak (bentuk kapsul dan bahan baku tablet), senyawa murni rutin, katein, dan memproduksi sedian obat-obatan. "Tahap awal kita akan menyediakan minuman sehat dan jahe instan dan temu lawak instan," kata peneliti sekaligus penghobi pengumpul 1.000 (botol) parfum itu.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007