Yogyakarta (ANTARA News) - Kesenian "Gejok Lesung" (pukul lesung) yang diwariskan turun temurun masih menjadi primadona di kawasan perbukitan cadas Desa Banaran, Playen, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). "Kesenian ini sudah ada sejak jaman nenek moyang kami turun-temurun dan berkembang menjadi kesenian andalan Desa Banaran dalam penyambutan tamu yang berasal dari luar daerah," kata Treskuti, pimpinan Grup Gejok Lesung Margo Lestari kepada ANTARA News, Minggu. Menurut dia, di Desa Banaran terdapat banyak grup kesenian Gejok Lesung, namun yang terbesar adalah Margo Lestari dari Dusun Banaran V yang beranggotakan lima orang, Tumiyem, Siam, Paikem, Umi, dan dirinya. "Margo Lestari sering mengisi acara di kecamatan saat menyambut tamu Pak Camat," katanya. Ia mengatakan, dibanding dengan kelompok lainnya, lesung yang digunakan grup Margo Lestari adalah yang terpanjang dan tertua. Panjangnya mencapai 2,5 meter dan usianya lebih dari dua abad. Treskuti yang juga merupakan sang pemilik lesung tua itu mengisahkan kesenian Gejok Lesung bermula ketika para wanita di Desa Banaran beramai-ramai menumbuk ketela dalam sebuah lesung besar untuk dijadikan gaplek sebagai makanan pokok daerah tersebut. Suara gejokan (saat alu menghantam lesung) yang berbeda-beda ternyata menjadi irama yang unik didengarkan dan mampu menjadi hiburan tersendiri para wanita penumbuk ketela. Lambat laun mereka kemudian menciptakan bermacam-macam irama gejokan yang sering dipertontonkan untuk menyemarakkan panen raya atau ketika ada gerhana bulan, katanya. "Latihannya sambil menumbuk ketela beramai-ramai, nadanya juga berdasarkan insting masing-masing untuk bisa menciptakan suara yang enak didengar, tidak ada latihan khusus," kata dia. Menurut Treskuti, upaya pelestarian kesenian ini berjalan alami secara turun temurun. "Setelah generasi nenek saya, ada kami yang sekarang sudah berusia 60-an yang meneruskan. Setelah kami pasti ada keturunan kami yang akan terus melestarikan budaya ini," katanya. Untuk honor mengisi acara, Treskuti mengatakan grupnya tidak mematok harga tertentu, semua diserahkan kepada yang mengundang. "Kami hanya orang dusun, dikasih sedikit terima kasih, dikasih banyak Alhamdulillah," katanya menambahkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007