"Bukan dibubarkan tetapi dihentikan karena tidak penuhi syarat (administratif) dan dilanjutkan pada hari berikutnya," kata Rikwanto, di Jakarta, Rabu.
Namun, Rikwanto menyatakan, "Saya belum dapat detilnya."
Penghentian ibadah ini dibicarakan secara cukup masif di media sosial. Beredar juga foto-foto kehadiran sekelompok massa dari organisasi massa tertentu ke dalam bangunan Gedung Sabuga itu. Mereka berkilah bahwa fasilitas umum bukan lokasi untuk beribadah.
Akan tetapi, kenyataan berbeda terjadi saat massa dalam jumlah sangat besar menunaikan ibadahnya di pusat kota Jakarta yang adalah fasilitas umum, di "ring 1" Jakarta, pada Jumat awal Desember lalu. Bahkan aktivitas massal itu dijaga penuh polisi dan personel TNI dan dihadiri Presiden Jokowi.
Rikwanto menjelaskan, terdapat jadwal kebaktian di Gedung Sabuga pada Selasa lalu itu.
"Itu dilakukan dua kali pada sore hari. Pertama, pada pukul 15.00-17.00 WIB tidak sampai 100 orang peserta. Pada kegiatan pertama berlangsung lancar dan damai tidak ada insiden. Kedua, dilakukan malamnya pukul 19.00 WIB di situ masalah mulai muncul," katanya.
Ia mengatakan, massa dari organisasi Pembela Ahlus Sunnah dan Darud Da'wah Wal Irsyad, yang protes soal kegiatan malam hari di Gedung Sabuga yang milik ITB Bandung itu.
"Massa ratusan, hampir 300 orang tetapi sebelum terjadi insiden, Polres Bandung memediasi dengan pihak KKR dan ormas. Hasilnya disepakati kegiatan malam itu dihentikan karena syarat administatif. Tidak ada insiden, pukul-pukulan, sudah sepakat tidak ada masalah selanjutnya," ucap Rikwanto.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016