Jakarta (ANTARA News) - Presiden Joko Widodo menyatakan telah memberi ancer-ancer kepada Menko Perekonomian Darmin Nasution agar jumlah pemilik rekening tabungan di bank atau lembaga keuangan lainnya minimal 76 persen dari jumlah penduduk pada 2019. Presiden juga menyinggung kualitas SDM dan mengkritik pembuatan Surat Pertanggungjawaban (SPJ).
"Saya beri ancer-ancer ke Menko, paling tidak pemilik tabungan pada 2019 adalah 76 persen, dari sekarang 36 persen," kata Presiden Jokowi dalam Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Jakarta, Selasa.
Peningkatan pemilik rekening tabungan di bank itu disebutnya sebagai bagian dari inklusi keuangan. "Adanya tabungan masyarakat akan memperkuat investasi di Indonesia," kata Presiden.
Ia menyebutkan gerakan menabung harus terus digencarkan melalui sosialisasi sehingga semua lapisan masyarakat termasuk pelajar, petani dan nelayan, memiliki tabungan.
Presiden juga menyebutkan pentingnya pembangunan SDM dan secara khusus menyinggung pentingnya mengembangkan sekolah kejuruan sehingga melahirkan SDM siap kerja.
"Sekolah kejuruan saat ini harus dirombak, harusnya kegiatan training mencapai 70-80 persen, sekarang hampir 70 persen guru-guru yang ada adalah normatif, latihan dan pelatihnya justru tidak ada," kata Jokowi.
Menurut dia, pelatihan vokasional yang sudah dilaksanakan institusi pendidikan dengan Kadin harus terus ditingkatkan.
Dia juga menyinggung pentingnya penyediaan infrastruktur yang merupakan kunci bagi pengembangan ekonomi Indonesia.
"Kondisi infrastruktur yang tidak memadai saat ini menyebabkan biaya logistik kita 300 persen lebih mahal dari negara tetangga. Saya yakin jika infrastruktur selesai, biaya logistik dan transportasi akan lebih murah," kata Jokowi.
Presiden juga menyoroti masalah korupsi dan efisiensi birokrasi. "Ini pekerjaan tidak mudah, tapi dengan paket-paket kebijakan pemerintah akan mengurangi inefisiensi," kata dia.
Berkaitan dengan inefisiensi birokrasi, Presiden mencontohkan banyaknya laporan yang harus dibuat dalam pembuatan Surat Pertanggungjawaban (SPJ).
"Energi birokrasi kita sebanyak 60-70 persen habis untuk membuat SPJ itu," katanya.
Ia menyebutkan dalam blusukannya di daerah pertanian, ia sulit bertemu dengan penyuluh pertanian lapangan (PPL) di lapangan karena sibuk membuat SPJ di kantor.
"Mereka harus membuat 16-44 laporan, ini inefisiensi birokrasi kita, saya kira dua cukup, yang penting manajemen kontrol di di lapangan," kata Presiden Jokowi.
Pewarta: Agus Salim
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2016