Yogyakarta (ANTARA News) - Ratusan seniman merayakan pergantian tahun dengan menggelar acara melukis bersama serta membuka gerai lukis gratis di Taman Budaya Yogyakarta (TBY), Rabu malam hingga Kamis dinihari. Para seniman tersebut antara lain pelukis Djoko Pekik, budayawan Gunawan Mohammad, Nasirun, sineas Garin Nugroho, pelukis Kartika Affandi, Budianto, Yuswantoro Adi, Samuel Indratma, Bambang Heras, Oeng Hari Wahyu, Suadmaji serta seniman dan budayawan lainnya. "Saya melukis gambaran tentang realitas politik di tanah air. Lukisan ini menggambar seorang laki-laki dengan wajah raksasa menggunakan topeng perempuan cantik," kata seniman Djoko Pekik. Hal yang ditampilkan adalah hal yang indah, mengagumkan dan membuat tenang. Padahal di balik gambar yang indah tersebut ada kejahatan yang disembunyikan. Dalam lukisannya, Djoko Pekik melemparkan kritikan tentang fenomena kampanye para calon anggota legislatif yang hanya menampilkan diri sendiri. "Mereka tidak berkomunikasi baik dengan masyarakat, ada yang disembunyikan," katanya. Sedangkan sineas Garin Nugroho mengatakan, 2008 diisi dengan politik tanpa rasa haru. "Dari 500 pilkada yang sudah digelar, semuanya menampilkan alat peraga kampanye berupa poster dan lain-lain yang jauh dari realitas sosial masyarakat," katanya. Garin mengatakan hampir semua calon menampilkan poster, tidak memperhatikan realitas rakyat sesungguhnya, apalagi poster tidak memperhatikan hal-hal kecil dari masyarakat. Perilaku para politisi lebih menonjolkan wajah dan profil mereka masing-masing. Tidak ada satu gambar pun yang menampilkan hubungan antara politisi dan realitas masyarakat. "Mereka kebanyakan narsis. Hanya menampilkan diri mereka sendiri, tidak ada yang berhubungan dengan realitas," katanya. Hasilnya, kata dia, dari banyak survei, popularitas DPR, DPRD dan lembaga politik lainnya turun drastis. "Politisi kehilangan rasa haru, kepekaan sastra dan kesenian. Padahal ini penting untuk bisa memahamirealitas," ujarnya. Pemimpin-pemimpin besar di negara ini, menurut Garin, adalah orang-orang besar yang memahami sastra. Mereka memahami rasa haru di masyarakat dengan sensitivitas sastra. Sementara itu, rohaniawan Romo Budi Subanar mengatakan, masyarakat termakan oleh produksi dan konsumsi imajiner. Realitas ini dihadirkan oleh para politisi yang selalu membawa janji-janji manis perubahan. "Mereka bermain pada realitas seolah-olah. Seolah-olah bisa mengatasipersoalan, seolah-olah diterima oleh masyarakat, seolah-olah yang lain," katanya. Menurutnya, realitas yang dibicarakan oleh bangsa ini adala realitas supervisi yang tidak tersentuh. Masyarakat mengalami kekosongan kepemimpinan, karena tidak ada seorang pemimpin yang mampu membawa perubahan seperti yang diharapkan. "Karena itu masyarakat seperti menemukan solusi persoalannya secara mandiri. Tidak membutuhkan pemimpin karena hanya membuat janji kosong," katanya. Saat pergantian tahun, semua seniman tersebut berdoa bersama dan saling bersalaman. Bunyi terompet dan petasan silih berganti terdengar menandai pergantian tahun 2008 ke 2009.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009