"Saat ini, sekolah-sekolah teknisi penerbangan di Indonesia hanya menghasilkan 200 tenaga ahli per tahun, sedangkan kebutuhannya mencapai 1.000 orang per tahun," kata Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin I Gusti Putu Suryawirawan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin.
Indonesia diperkirakan butuh sebanyak 12-15 ribu tenaga ahli MRO hingga 15 tahun ke depan.
Menurut Putu, Kemenperin akan memfasilitasi peningkatan kompetensi SDM kedirgantaraan nasional melalui kerja sama dengan perguruan tinggi dan pelaku industri untuk melaksanakan pendidikan kejuruan yang memenuhi standar nasional maupun international.
"Ke depannya, kami aktif terlibat di dalam kegiatan pendidikan vokasi untuk mendorong pengembangan industri penerbangan Indonesia khususnya di sektor MRO," tuturnya.
Upaya peningkatan SDM tersebut, seiring dengan potensi bisnis industri MRO di Indonesia yang saat ini mencapai 920 juta dolar AS dan akan naik menjadi 2 miliar dolar AS dalam empat tahun ke depan.
Putu menyampaikan, sejak peraturan pemerintah tentang industri jasa penerbangan di Indonesia mulai dilonggarkan pada tahun 2000, pertumbuhan jasa penerbangan melonjak tajam dalam satu dekade terakhir.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, industri penerbangan dalam negeri terus berkembang dan mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan.
Hal ini diindikasikan dengan kenaikan jumlah lalu lintas udara, baik penumpang maupun untuk arus barang.
"Pertumbuhan jumlah penumpang udara domestik meningkat rata-rata 15 persen per tahun selama 10 tahun terakhir," ujar Airlangga.
Sedangkan, jumlah penumpang udara internasional naik sekitar delapan persen dan Indonesia merupakan negara terbesar ketiga di Asia dalam pembelian pesawat udara setelah China dan India.
Ketua Asosiasi Perawatan Pesawat Indonesia atau Indonesia Aircraft Maintenance Services Association (IAMSA) Richard Budihadianto menyampaikan, kemajuan bisnis MRO perlu didukung ketersediaan SDM andal dan kompeten.
Hal tersebut dapat diwujudkan melalui kerja sama dengan institusi pendidikan seperti politeknik dan universitas melalui program beasiswa atau pinjaman dana pendidikan.
"Selain itu juga membangun sarana yang cukup untuk menampung tenaga ahli yang dididik sesuai dengan kompetensi menjadi teknisi pesawat yang andal," ungkapnya.
Richard menambahkan, IAMSA yang saat ini memiliki 30 anggota membutuhkan sebanyak 1.000 lulusan teknisi perawatan pesawat setiap tahun.
"Untuk itu, kami menyarankan, kalau mau bersaing secara internasional, lulusan kita harus tingkat D3," ujarnya.
Richard menilai, lulusan D3 akan lebih mudah menyerap pelatihan yang diberikan oleh perusahaan penerbangan yang menggunakan teknologi tinggi.
Richard menilai, lulusan D3 akan lebih mudah menyerap pelatihan yang diberikan oleh perusahaan penerbangan yang menggunakan teknologi tinggi.
"Bagi mereka yang lulus SMK bidang penerbangan dapat melanjutkan sekolahnya hingga D3 agar dapat menjadi tenaga kerja yang mampu bersaing di dunia penerbangan internasional," tuturnya.
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2016