Jakarta (ANTARA News) - Buni Yani, tersangka dugaan kasus penyebaran informasi yang menimbulkan permusuhan terhadap perseorangan atau kelompok berdasarkan SARA mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin.
Gugatan praperadilan tersebut ditujukan kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) cq Kapolda Metro Jaya, dan Dirkrimum Polda Metro Jaya dengan nomor registrasi 147/Pid.Prap/2016 PN Jakarta Selatan.
"Saya beserta tim kuasa hukum mendampingi Pak Buni Yani melakukan perlawanan secara hukum. Kami akan sampaikan gugatan permohonan praperadilan soal penetapan Pak Buni sebagai tersangka juga proses penangkapan yang dilakukan Polda Metro Jaya," kata Aldwin Rahadian, Kuasa Hukum Buni Yani di PN Jakarta Selatan, Senin.
Alasan permohonan praperadilan, kata Aldwin, karena ada hal yang tidak lazim menyangkut prosedur dan hukum acara ketika penangkapan dan penetapan status tersangka.
"Kami anggap ini ada hal yang terlewati menurut KUHAP juga Peraturan Kapolri. Jadi kemudian ini yang akan kami mohonkan," tuturnya.
Sementara permohonan lainnya, ia juga mengatakan soal prosedur secara formil hukum acara bagaimana penangkapan itu terjadi dan bagaimana sampai klien kami menjadi tersangka.
"Ini kan perlu ada pengujian apakah prosesnya sudah betul begitu, yang menurut kami ada hal yang tertinggal atau dilanggar. Kita sama-sama nanti bisa mengujinya di sini (PN Jakarta Selatan)," ujarnya.
Unoto Dwi Yulianto, kuasa hukum Buni Yani lainnya menyatakan bahwa nama kliennya sebagai saksi tidak ditulis dalam surat perintah penyidikan (sprindik) sebagai dasar hukum pemanggilan.
"Kemudian kami menganggap bahwa tidak ada perbuatan melawan hukum terkait yang dilakukan Pak Buni Yani. Terkait dengan status tersangka, ada proses bahwa ketika Pak Buni Yani diperiksa sebagai saksi beberapa saat kemudian langsung ditangkap sedangkan proses pemeriksaan sebagai tersangka belum dilakukan," tuturnya.
Oleh karena itu, kata Unoto, penangkapan dilakukan terlebih dahulu sebelum proses pemeriksaan.
"Sedangkan untuk penangkapan yang bukan tangkap tangan, harus ada pemanggilan sesuai dengan Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 dan 2009 tentang manajemen penyidikan dan pengawasan dan pengendalian penyidikan pidana," ucap Unoto.
Sebelumnya, Penyidik Polda Metro Jaya tidak menahan tersangka dugaan kasus penyebaran informasi yang menimbulkan permusuhan terhadap perseorangan atau kelompok berdasarkan SARA Buni Yani.
"Sekitar pukul 16.00 WIB pemeriksaan tersangka (Buni Yani) selesai selanjutnya penyidik tidak menahan tersangka," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Awi Setiyono di Jakarta Kamis (24/11).
Awi menjelaskan penyidik secara obyektif menilai Buni kooperatif dan menjawab seluruh pertanyaan saat menjalani pemeriksaan.
Secara subyektif, Buni tidak akan melarikan diri, tidak menghilangkan barang bukti dan tidak mengulangi perbuatan yang sama.
"Kita sudah lakukan upaya pencegahan pergi ke luar negeri selama 60 hari ke depan," ujar Awi.
Penyidik menetapkan tersangka terhadap Buni Yani yang dijerat Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman maksimal enam tahun penjara dan atau denda maksimal Rp1 miliar.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2016