Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di pasar spot antarbank Jakarta pada pekan depan masih berada dalam kisaran yang tidak jauh dari sebelumnya, karena Bank Indonesia (BI) tetap menjaga mata uang lokal itu. "Posisi rupiah tidak akan berada jauh seperti pekan sebelumnya, sekalipun dolar AS di pasar global maupun regional mendapat tekanan, karena BI akan tetap mengawasi pergerakan rupiah," kata Direktur Retail Banking PT Bank Mega Tbk, Kostaman Thayib, di Jakarta akhir pekan ini. Ia mengatakan rupiah seharusnya sudah bisa berada di bawah level Rp9.000 per dolar AS, namun untuk mencapai ke arah sana sangat sulit, karena BI tetap melakukan pengawasan, apalagi otoritas moneter itu memiliki cadangan devisa yang mencapai 46 miliar dolar AS. "Kami memperkirakan rupiah akan tetap berada di bawah level Rp9.100 per dolar AS pada pekan depan, karena pergerakannya tetap dipantau oleh BI," katanya. Padahal, lanjutnya sejumlah mata uang regional maupun global cenderung menguat terhadap dolar AS, kecuali yen, karena pemerintah Jepang tidak menginginkan mata uangnya naik lebih jauh. Apalagi Bank sentral Jepang (BoJ) terus mempertahankan tingkat bunganya pada level rendah. Bahkan Negara-negara industri maju (G7) pada pertemuannya telah mengagendakan pelemahan yen, namun akhirnya tidak jadi dibahas, katanya. Mata uang dunia yang menguat seperti Sterling terhadap dolar berada di posisi 2.0076, euro mencapai 1.3600 dolar AS, namun rupiah masih berkutat di level Rp9.050 hingga Rp9.100 per dolar AS yang seharusnya sudah berada jauh di bawah level Rp9.000 per dolar AS. Ia mengatakan, pelemahan dolar AS ini terutama disebabkan oleh merosotnya sektor perumahan AS yang mengakibatkan melambatnya pertumbuhan ekonomi AS dan memicu bank sentral AS (The Fed) untuk segera menurunkan suku bunga. Kondisi ekonomi AS yang melambat itu juga dikhawatirkan akan memicu inflasi lebih tinggi dibanding sebelumnya. Bahkan The Fed sendiri khawatir inflasi AS akan memberikan masalah yang berat terhadap pertumbuhan ekonominya, katanya. Rupiah, menurut Kostaman Thayib mendapat dukungan pasar dengan masuknya investor asing di portofolio saham, surat utang negara (SUN) dan di Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Namun dana asing yang masuk ke pasar domestik hanya dalam jangka pendek, sehingga kurang mendukung pertumbuhan ekonomi nasional untuk tumbuh lebih baik lagi, katanya. Hal ini, lanjutnya, karena investor asing masih ragu-ragu untuk menginvestasikan dananya di sektor riil yang memerlukan waktu lama, dan berbagai kebijakan yang masih belum memungkinkan seperti iklim investasi dan kenyamanan hukum, serta kaum buruh. Rupiah, ia mengatakan, saat ini merupakan peluang yang tepat untuk menguat jauh di bawah level Rp9.000 per dolar AS, karena berbagai sentimen baik dari internal maupun eksternal sangat mendukung kenaikan tersebut. Meski BI mempunyai kepentingan dalam hal ini baik terhadap rupiah maupun dolar AS, apalagi BI mempunyai tanggungan terhadap penempatan dana bank di Sertifikat Bank Indonesia, katanya. Kecenderungan rupiah menguat, menurut dia agak dibatasi oleh isu reshuffle kabinet, karena pelaku pasar saat ini fokus terhadap rencana pemerintah melakukan reshuffle. Bahkan dengan adanya isu tersebut mengakibatkan sejumlah menteri tidak merasa tenang dalam melaksanakan tugasnya, katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2007