"Aksi 212 tersebut patut diapresiasi tinggi, karena menunjukkan kematangan sikap dan keluhuran budi umat Islam Indonesia," kata Haedar lewat keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Kepolisian, TNI serta seluruh aparat keamanan, kata dia, juga layak memperoleh penghargaan karena mampu mengawal jalannya aksi secara damai dan tertib. Warga masyarakat Jakarta yang tidak ikut aksipun menunjukkan kedewasaan dan toleransi tinggi.
Dia mengatakan terdapat sejumlah pesan sangat penting dari aksi damai 212 itu. Aksi itu ditunjukkan dengan aktivitas spiritual dalam wujud dzikir, tausyiyah dan puncaknya shalat Jumat berjamaah.
Menurut dia, aksi seluruh komponen umat Islam dari Jakarta dan sekitarnya serta berbagai pelosok Tanah Air sangat simpatik, sejuk, tertib dan ramah. Gelora damai sangat terasa, bukan hanya dari sikap peserta aksi yang tampak sejuk dan menyebarkan sikap bersahabat bahkan tidak ada tumbuhan yang terganggu.
Aksi 212, lanjut dia, memperkuat dan membuktikan kepada publik, bahwa umat Islam Indonesia mencontohkan misi damai dalam kata dan tindakan. Sekaligus menjadi pesan ke publik, tudingan umat Islam garang dan suka menimbulkan keributan, apalagi jika sering dikaitkan dengan teror, sangatlah tidak tepat.
"Tudingan tersebut tentu hanya stigma negatif kepada umat Islam," kata dia.
Haedar mengatakan keberhasilan aksi damai 212 bukan hanya milik umat Islam, tetapi milik bangsa secara keseluruhan. Jika kasus penistaan agama itu nanti berujung pada hukuman yang setimpal sebagaimana tuntutan utama aksi damai, maka yang diuntungkan sesungguhnya seluruh umat beragama dan warga bangsa.
Aksi 2 Desember, kata dia, sungguh menggugah kesadaran tertinggi dalam kehidupan kebangsaan di Indonesia. Seluruh warga bangsa dibuat kagum dan simpatik atas kehadiran jutaan umat yang yang membawa suara damai itu.
"Ini kemenangan bangsa Indonesia. Aksi 212 itu sesungguhnya untuk menegakkan NKRI, Pancasila, UUD 1945 dan kebhinekaan. Maka tidak heran manakala warga masyarakat yang tidak ikut aksipun menunjukkan simpatinya," kata dia.
Menurut Haedar, masyarakat juga telah dewasa dan tetap melakukan aktivitas sehari-hari. Meski ada ruang publik yang terpakai massa Doa Bersama 212, warga toleran dan memahami. Mereka sama sekali tidak merasa takut.
Dari sisi penegak hukum, Haedar mengatakan terdapat pesan moral dalam aksi damai itu. Meski aksi yang melibatkan jutaan orang itu dilakukan dalam aktivitas ruhaniah, sesungguhnya menyuarakan tuntunan moral tinggi untuk tegaknya hukum seadil-adilnya dan setimpal atas kasus dugaan penistaan agama yang melibatkan Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok. Mereka menuntut keadilan tanpa pandang bulu, bukan yang lain.
"Aparat harus berdiri tegak di atas hukum berkeadilan yang jujur dan sejati. Meski aksi massa itu caranya spiritual melalui doa dan shalat Jumat, mestinya harus dimaknai aparat penegak hukum yang menangani kasus tersebut untuk bersungguh-sungguh menegakkan hukum yang adil dengan penanganan superekstra sebagaimana aspirasi dan tuntutan rasa keadilan umat," kata dia.
Tentang kehadiran Presiden Joko Widodo dalam aksi 212, menurut Haedar, hal itu menjadi spesial karena ikut shalat Jumat dan sesudahnya menyampaikan pesan penting. Kehadiran orang nomor satu itu menunjukkan sikap bijak dan menyejukkan.
"Kami sangat mengapresiasi sikap bijak presiden dan itu menunjukkan jiwa kenegerawanan yang penting bagi anak-anak bangsa," kata dia.
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016